Kabar Penolakan atas Relawan Asing di Gempa Palu, Polri: Itu Hoax
- ANTARA FOTO/Basri Marzuki
VIVA – Polri menegaskan bahwa kabar penolakan relawan asing untuk bantuan korban gempa-tsunami Palu, Sulawesi Tengah adalah kabar bohong alias hoax. Polri membantah adanya penolakan tersebut.
"Hoaks itu. Pada saat evekuasi, relawan asing cukup banyak, dari Jepang, Korea, Singapura hadir," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo di Bogor, Jawa Barat, Jumat 12 Oktober 2018.
Dedi, yang selama lebih dari sepekan pascagempa berada di Palu, menuturkan bantuan dari luar negeri pun banyak yang masuk. Bantuan itu, kata Dedi berasal dari Amerika Serikat, Spanyol, India, Korea Selatan, dan berbagai negara lain.
Selain itu, lanjut Dedi, media-media massa asing juga turut meliput bencana alam yang menewaskan ribuan orang tersebut. "Saya sempat diwawancarai media Spanyol, India dan Korsel," ujar Dedi.
Dari Polri sendiri, bantuan disalurkan langsung ke Sentra Pengungsian. Setidaknya, terdapat 147 sentra yang dipetakan Polri memerlukan bantuan. Bantuan-bantuan disalurkan ke sentra-sentra yang dibutuhkan.
"Mana yang masih minim distribusi, kita turunkan. Menyangkut itu, itu ada posko pusat di Makorem (markas komando resor militer). Termasuk seluruh bantuan tercatat semuanya di posko pusat. Ada tertib administrasi pendistribusian," kata Dedi.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, kebijakan mengenai bantuan dan relawan asing bukan untuk mencegahnya memasuki Sulawesi Tengah. Akan tetapi, memastikan agar mereka mengutamakan koordinasi di Indonesia.
"Untuk memastikan mereka mengutamakan koordinasi dengan tim atau badan di Indonesia yang memimpin proses penyelamatan dan upaya pemulihan," kata Sutopo di Graha BNPB, Jakarta Timur, Kamis 11 Oktober 2018.
Ia menjelaskan, setiap negara memiliki kebijakan masing-masing dalam penanganan bantuan luar negeri dalam penanggulangan bencana. Menurut dia, salah satunya agar bantuan yang diterima sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Bantuan-bantuan yang masih ada keterbatasan kapasitas.
"Kami tidak ingin di mana Indonesia menerima bantuan yang sebenarnya ketersediaan, dan kapasitas di lapangannya sudah memadai," kata Sutopo. (ren)