Sepak Terjang KRI Halasan di Perairan Ujung Barat Indonesia
- Dokumentasi Lantamal IV Tanjungpinang
VIVA – Misi prajurit TNI dalam kegiatan pawai bendera dalam rangka menyambut TNI ke-73 memang tidak mudah. Selain perlu menyiapkan fisik prima, peserta juga dituntut kesiapan untuk menyesuaikan jadwal ketat yang telah disusun sebelumnya. Maklum ada 12 kota yang akan disambangi selama pawai sepekan ini. Setidaknya ada dua kota besar yang disinggahi dalam sehari.
Pawai bendera ini mengambil titik start dari Tugu Kilometer Nol Sabang, dan berakhir di Merauke pada 4 Oktober 2018. Selanjutnya bendera merah putih yang telah diarak keliling Indonesia itu nantinya akan dikibarkan pada saat puncak peringatan HUT TNI ke-73, 5 Oktober di Merauke.
Pada misi perdananya di Sabang, rombongan mendarat di Lanud Iskandar Muda Banda Aceh, dilanjutkan perjalanan darat menuju Pelabuhan Malahayati, Aceh Besar. Rombongan mesti mengarungi Selat Malaka untuk sampai di Pelabuhan Balohan, Sabang. Perjalanan dengan KRI Halasan itu menempuh waktu perjalanan dua jam.
KRI Halasan dipilih karena merupakan unsur terdekat di area tempat digelarnya pawai bendera. Selama ini, KRI yang merupakan jenis kapal cepat rudal ini tengah berpatroli di kawasan Selat Malaka. KRI Halasan yang dipimpin Komandan KRI Letkol Laut Sandy Kurniawan ini berada di bawah kendali operasi Komanda Gugus Tempur Laut Armada 1.
"Jadi karena kita sedang beroperasi di wilayah yang sama kebetulan flag relay atau pawai bendera ini dilaksanakan dari Sabang, Banda Aceh, sehingga KRI Halasan merupakan unsur terdekat, berada di area tempat dilaksanakan acara sehingga kami mendapat perintah untuk mendukung acara ini," kata Letkol Sandy di atas KRI Halasan, Jumat, 28 September 2018.
Sandy mengatakan KRI Halasan tergabung dalam satuan kapal cepat komando armada RI 1 yang berpangkalan di Tanjung Uban Kepulauan Riau. KRI yang dia pimpin memiliki tugas dan fungsi sebagai salah satu unsur pemukul yang dimiliki oleh TNI AL yang ditugaskan di wilayah barat NKRI, saat ini beroperasi di Selat Malaka.
"Tugasnya tugas tempur di laut pada masa konflik pada masa damai, KRI Halasan juga ditugaskan untuk melaksanakan penegakan hukum di laut sesuai dengan amanat Undang-Undang TNI No 34 tahun 2004," ujarnya.
Menurut Sandy, gelar operasi di Selat Malaka sendiri merupakan jalur internasional yang sangat sibuk, yang merupakan perbatasan dengan beberapa negara, baik itu Indonesia dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan India. Banyak potensi pelanggaran hukum yang terjadi, karena ribuan kapal melintas setiap harinya.
"Operasi di Selat Malaka ini operasi yang sangat kompleks, secara politis, dan juga membutuhkan kehadiran aparatur militer dalam hal ini TNI AL di wilayah perbatasan untuk meyakinkan para pengguna laut bahwa Selat Malaka aman. Sehingga mereka merasa aman, nyaman melewati Selat Malaka untuk melaksanakan pelayaran urusan bisnis dan sebagai urat nadi perekonomian dunia," paparnya.
Dalam kasus operasi laut, Sandy mengaku pernah memergoki provokasi kapal ikan asing asal Vietnam di perairan Natuna, perbatasan RI-Vietnam. Kapal tersebut masuk ke wilayah yuridiksi Indonesia dan memprovokasi aparat.
"Kita melakukan pengejaran untuk melakukan pemeriksaan, dan saat itu kita juga diprovokasi oleh kapal-kapal Vietnam yang saat itu berada di lokasi kejadian. Akan tetapi karena kita cepat tanggap untuk mengantisipasi keadaan sehingga kejadian yang bisa meningkatkan eskalasi tidak terjadi, dan kita berhasil menangkap kapal ikan asing pencurian dan dibawa ke pangkalan terdekat, " ungkapnya. (ase)