Penjelasan TGB soal Tuduhan Aliran Dana Masuk ke Rekeningnya

Gubernur NTB Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi
Sumber :
  • VIVA/Eduward

VIVA – Mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang/TGB, angkat bicara tentang pemberitaan salah satu media nasional yang memuat dugaan adanya aliran dana masuk ke rekening pribadinya.

Kakak Kandung TGB Dapat Dukungan Perindo Maju Pilgub NTB

Aliran dana tersebut, diduga diterima dari gratifikasi divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (NTT).

Menanggapi hal tersebut, TGB membantahnya. Ia pun menjelaskan, adanya dana masuk ke rekening pribadinya pernah terjadi pada 2010. Namun, aliran dana tersebut dijelaskan sebagai pinjaman dari PT Recapital Asset Management.

Debat Cawapres, TGB Sebut Mahfud Pernah di Eksekutif, Yudikatif dan Legislatif

"Transfer itu jumlah Rp1,16 miliar, dua kali (ditransfer) kepada saya tahun 2010. Untuk apa? Saya meminjam dari Pak Rosan (Ketua Kadin saat ini). Karena ,beliau pada waktu itu, satu dan lain hal, meminta supaya diproses melalui perusahaan," kata TGB dalam konfrensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Rabu 19 September 2018.

Pada saat itu, TGB menjelaskan, dirinya melakukan proses peminjaman karena ada kebutuhan mendesak. Namun, ia tak menjelaskan kebutuhan tersebut.

Sambangi TPN, Muhammadiyah Undang Ganjar-Mahfud Hadiri Dialog Publik

"Datanglah kepada saya staf dari PT Recapital. Saya lupa, apakah direktur utama atau salah satu, mem-follow up. Lalu kemudian, ya, saya memang perlu dana segera, karena ada satu kebutuhan mendesak, saya pinjam," katanya.

Dalam proses utang piutang tersebut, TGB menjelaskan, awalnya akan diselesaikan pada akhir 2010. Namun, hal tersebut belum terselesaikan dan pada 2012 dibuatkanlah akad utang sesuai aturan perusahaan.

Dalam proses akad tersebut, ia pun menyetujui adanya pemberian bunga. Ia pun menegaskan, dalam urusan utang piutang tersebut tidak ada hubungan dengan negara ataupun keuangan negara.

Untuk masalah utang piutang, ia mengatakan bahwa hal tersebut sudah diselesaikan. Dia sudah membayar pokok utang beserta bunganya.

Tak hanya masalah utang piutang, ia pun menjelaskan, sejumlah dana yang masuk ke rekening pribadinya. Dalam hal ini, ia pun membantah adanya istilah aliran dana.

Menurutnya, sejumlah uang yang masuk ke dalam rekeningnya adalah bersumber dari pendapatan dirinya yang sah seperti pendapatan sebagai Gubernur NTB.

"Sumbernya seluruh pendapatan saya yang sah. Baik pendapatan sebagai gubernur, penghasilan saya sebagai gubernur, gaji, tunjangan, honor, insentif pajak daerah yang kalau dirupiahkan cukup menutupi apa yang disebut di majalah ini," katanya.

Tak hanya itu, ia pun menuturkan ada penghasilan dirinya di luar jabatan sebagai Gubernur NTB. Salah satunya ,dari lembaga pendidikan yang ia kelola.

Ia pun menegaskan, sebelum menjabat sebagai Gubernur NTB, dia bukan orang yang tak punya harta apapun. Dari lembaga pendidikan, dirinya bisa mendapatkan omzet sebesar Rp16-17 miliar per tahunnya.

"Kami punya lembaga pendidikan yang hampir kalau ditotal cabangnya 1.000. Di ponpes induk yang saya jadi pemimpinnya di sana itu, 16 ribu santri kami. Di perguruan tinggi saja, omzetnya satu tahun Rp16-17 miliar. Lalu, kemudian di potret rekening saya dalam tiga tahun ada Rp7 miliar. Ada penerimaan ke istri saya Rp4 miliar," ucapnya.

Ia pun menyayangkan pemberitaan dirinya yang mengaitkan proses divestasi PT Newmont Nusa Tenggara dengan uang yang ada di rekeningnya.

"Apakah, ketika proses divestasi saya tidak boleh menaruh uang di rekening, sehingga semua yang masuk ke rekening semua dikaitkan dengan divestasi. Apakah seperti ini kita fair memberitakan sesuatu," ujarnya.

Dengan adanya penjelasan ini, ia pun mengatakan bahwa proses adanya aliran dana utang dirinya jauh dilakukan proses penyelidikan kasus divestasi PT Newmont Nusa Tenggara.

Ia menyebut, proses aliran dana utang masuk ke rekeningnya terjadi pada 2012. Sementara itu, proses penyelidikan KPK terjadi pada Mei 2018.

"Kalau akad dibuat setelah penyelidikan orang mulai ribut masalah divestasi atau mulai ada proses hukum dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mulai penyelidikan atau pengumpulan keterangan setelah Mei 2018 lalu, kemudian tergopoh-gopoh membuat surat perjanjian, mungkin bisa dicurigai dan dipertanyakan. Tetapi, faktanya jauh sekali sebelum itu," katanya.

Terkait dengan proses divestasi, ia pun menegaskan, proses divestasi sudah diproses dengan opsi terbaik dan dilakukan secara akuntable dan transparan.

"Intinya adalah divestasi diproses dengan proses yang opsi terbaik, baik divestasinya maupun ketika penjualan sahamnya. Secara transparan dan akuntable," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya