BPJS Kesehatan Beberkan Biang Keladi Defisit Anggaran
- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
VIVA – Komisi IX DPR-RI menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengenai penanggulangan dan pengendalian defisit keuangan di BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan tahun lalu mengalami defisit sebesar Rp9,75 triliun. Sementara angka defisit hingga penghujung tahun ini, nilainya berdasarkan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diperkirakan membengkak menjadi Rp11,2 triliun. Terkait hal itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, disebabkan sejumlah hal.
Pertama, karena iuran saat ini belum sesuai dengan perhitungan aktuaria DJSN. Padahal Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) menggunakan pendekatan dan prinsip anggaran berimbang, yang mana pendapatan dan pengeluaran harus sama. Kondisi ini juga menyebabkan biaya per orang setiap bulannya lebih besar dibanding iuran per orang tiap bulan.
“Sebetulnya titik masalahnya terletak di besaran iuran saat ini yang belum sesuai dengan hitungan aktuaria. Meski besaran iuran Program JKN-KIS saat ini masih dalam posisi underpriced, pasti ada resistensi dari sebagian masyarakat apabila dilakukan penyesuaian iuran,” katanya di Gedung DPR Jakarta, Senin, 17 September 2018.
Selain itu, terjadi perubahan morbiditas penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang sakit terus meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena belum optimalnya upaya pembangunan kesehatan masyarakat.
Sampai dengan Agustus 2018, pengeluaran BPJS Kesehatan untuk membiayai penyakit katastropik mencapai Rp12 triliun atau sekitar 21,07 persen dari total biaya pelayanan kesehatan. Padahal, berbagai penyakit katastropik tersebut sangat bisa dicegah melalui penerapan pola hidup sehat.
Oleh karena itu, BPJS Kesehatan juga fokus untuk menjaga masyarakat yang sehat tetap sehat melalui berbagai program promotif preventif yang dilaksanakan. Sementara bagi masyarakat yang berisiko menderita penyakit katastropik seperti diabetes melitus dan hipertensi dapat mengelola risiko tersebut melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) yang juga merupakan bagian dari upaya promotif preventif.
Dalam rapat itu, Fachmi juga memaparkan sejumlah upaya yang sudah dilakukan BPJS Kesehatan untuk mengendalikan defisit anggaran. Sesuai dengan hasil Rapat Tingkat Menteri beberapa waktu yang lalu, strategi yang dilakukan, antara lain suntikan dana dan optimalisasi tata kelola Program JKN-KIS.
Di samping itu, dilakukan optimalisasi manajemen klaim dan mitigasi fraud, penguatan peran BPJS Kesehatan dalam strategic purchasing, optimalisasi peran Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) sebagai gate keeper , dan penguatan efisiensi operasional.
Sampai dengan 14 September 2018, jumlah peserta JKN-KIS telah mencapai 202.160.855 jiwa. Dalam hal memberikan pelayanan kesehatan, BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 22.531 FKTP, 2.434 rumah sakit (termasuk di dalamnya klinik utama), 1.546 apotek, dan 1.093 optik.