Meliana Terus Menangis di Dalam LP

Terdakwa kasus penistaan agama Meiliana (tengah) di PN Medan 21 Agustus 2018
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi

VIVA – Meliana, terpidana kasus penodaan agama, masih terus menangis di dalam Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara. 

M Kece Dituntut 10 Tahun Penjara

Hal ini disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia, Danik Eka Rahmaningtyas, usai mengunjungi Meliana, Rabu, 5 September 2018. 

Dalam keterangannya kepada VIVA, Danik mengatakan, sengaja mengunjungi Meliana untuk menguatkan atas kasus yang membelitnya. 

Marak Kasus Penistaan Agama di Pakistan, Perempuan Muda Divonis Mati

"Kondisi Ibu Meliana menyedihkan, terus menangis. Tadi cerita kronologinya menangis terus. Kami jadi terenyuh," ujar Danik.

Danik datang ditemani oleh Habib Muannas Alaidid, Surya Tjandra, Heriyanto, dan Mohammad Guntur Romli. Juga ada suami dan pengacara Meliana.

Ferdinand Hutahaean Tulis Surat Permohonan Maaf dari Penjara

"Kami juga menyampaikan di hadapan suami dan anak bungsunya yang tadi hadir, bahwa mereka tidak sendirian. Banyak yang mendukung Ibu Meliana agar mendapatkan keadilan dan kasus ini tidak boleh terulang lagi di masa depan," ujar Danik. 

Kepada Danik, Meliana bercerita, anak bungsunya ingin menjadi pengacara agar bisa membela orang-orang seperti ibunya secara gratis. Kata Danik, anak bungsun Meliana ada di rumah mereka saat massa melakukan pembakaran. Ia dan kakak perempuannya kemudian diselamatkan tukang becak yang melompat tembok belakang rumah mereka.

Pada kesempatan itu, Meliana juga menyampaikan secarik kertas yang berisi ucapan terima kasih karena sudah diberikan semangat dalam menghadapi kasus ini.

Surat Meliana

"Saya Meliana. Mengucapkan terima kasih pada teman teman PSI untuk mengawal dan memperjuangkan keadilan bagi saya. Semoga tidak Ada lagi kasus kasus seperti yang saya alami di negara kita Indonesia tercinta ini,"  tulisnya.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, menjatuhkan vonis 18 bulan penjara kepada seorang wanita bernama Meiliana, Selasa, 21 Agustus 2018.

Majelis hakim yang dipimpin Wahyu Prasetyo Wibowo menyatakan Meiliana terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 156 KUHP atas perbuatannya memprotes volume suara azan yang berkumandang di lingkungannya. Atas putusan itu, pihak Meiliana melalui penasihat hukumnya, Rantau Sibarani, mengajukan banding.

Perkara itu bermula saat Meiliana mendatangi tetangganya di Jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjung Balai Kota I, Tanjung Balai Selatan, Kota Tanjungbalai, pada Jumat, 22 Juli 2016.

Dia berkata kepada tetangganya, "Kak, tolong bilang sama uwak itu, kecilkan suara masjid itu, Kak, sakit kupingku; ribut," sambil menggerakkan tangan kanannya ke kuping kanan.

Permintaan Meiliana disampaikan kepada BKM Al Makhsum. Pada Jumat malam, 29 Juli, pengurus masjid mendatangi kediaman Meiliana dan mempertanyakan permintaan perempuan itu.

“Ya lah, kecilkanlah suara mesjid itu, ya, bising telinga saya; pekak mendengar itu," jawab Meiliana.

Mereka sempat cekcok. Setelah pengurus masjid kembali untuk salat Isya, suami Meiliana, Lian Tui, datang ke masjid untuk meminta maaf. Namun kejadian itu telanjur menjadi perbincangan warga. Masyarakat pun menjadi ramai.

Kira-kira pukul 21.00 WIB, kepala lingkungan membawa Meiliana dari rumahnya ke kantor kelurahan setempat. Warga semakin ramai dan berteriak. Warga mulai melempari rumah Meiliana. Kejadian itu pun meluas. Massa mengamuk dan membakar serta merusak sejumlah vihara dan klenteng serta sejumlah kendaraan di kota itu.

Meiliana akhirnya dilaporkan ke polisi. Komisi Fatwa MUI Sumut membuat fatwa tentang penistaan agama yang dilakukan Meiliana. Penyidik menetapkan Meiliana sebagai tersangka. Dua tahun berselang, Jaksa menahan perempuan itu di Rutan Tanjung Gusta Medan sejak 30 Mei 2018. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya