Puluhan Anggota DPRD Malang Dibabat KPK, Tjahjo Ambil Langkah Diskresi

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

VIVA – Sebanyak 41 anggota DPRD Kota Malang Jawa Timur, kini berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jumlah itu hampir seluruhnya, dari total 45 anggota.

Dengan ‘tersisa’ empat orang, maka DPRD Kota Malang lumpuh. Tidak bisa mengambil keputusan, seperti pelantikan pelaksana tugas wali kota hingga masalah APBD karena tidak memenuhi quorum.

"Untuk mengatasi persoalan pemerintahan dan agar tidak terjadi stagnasi pemerintahan akan dilakukan diskresi Mendagri," kata Tjahjo, dalam pesan singkatnya, Minggu, 2 September 2018.

Pengambilan diskresi ini, berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dalam peraturan itu, memang diatur masalah diskresi.

Keputusan ini diambil agar pemerintahan Kota Malang tetap bisa berjalan melayani masyarakat. Meskipun hampir seluruh anggota dewannya menjadi pesakitan terkait kasus dugaan korupsi.

"Besok Tim Otonomi Daerah kemendagri ke Malang atau akan undang Sekda dan Sekretaris Dewan. Sudah saya perintahkan buat payung hukum agar pemda berjalan, apapun pemda tersebut ya pemda dan DPRD dan Forkompimda setempat," jelas Tjahjo.

Dari laman setkab.go.id menurut UU ini, diskresi hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang, dengan tujuan untuk: a. Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; b. Mengisi kekosongan hukum; dan c. Mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.

Diskresi dimaksud meliputi: a. Pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan Keputusan dan/atau Tindakan; b. Pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur; c. Pengambil Keputusan dan/atau Tndakan karena peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas; dan d. Pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas.

Pakar Sebut Jaksa Ambil Kewenangan Penyidikan di Kasus Korupsi Tata Niaga Timah

Pejabat Pemerintahan yang menggunakan Diskresi harus memenuhi syarat sesuai dengan tjuan Diskresi, tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sesuai dengan AUPB, berdasarkan alasan-alasan yang objektif, tidak menimbulkan Konflik Kepentingan, dan dilakukan dengan itikad baik,” bunyi Pasal 24 UU ini.

Sebelumnya, Pelaksana tugas Wali Kota Malang Sutiaji, juga mengeluhkan hal itu setelah ia diperiksa sebagai saksi oleh KPK di Malang.

KPK Tepis Politisasi di Kasus OTT Gubernur Bengkulu: Penyelidikan Sebelum Pendaftaran Cagub

Sebab, sebelumnya sudah ada 19 anggota DPRD menjadi tersangka. Jika ada 22 tersangka baru, maka 41 anggota DPRD Kota Malang menjadi tersangka dalam kasus ini.

"Saya nyinggung gini, di luar pemeriksaan. Ini nanti gimana nasib Kota Malang kalau tidak ada anggota DPRD. Ke depan ini saya dilantik (wali kota terpilih), nyambut gaene model koyok opo (bekerja seperti apa). APBD-nya 2018, banyak hal yang perlu kita pikirkan," tutur Sutiaji.

OTT Gubernur Bengkulu Diwarnai Kejar-kejaran Selama Tiga jam

Mendapat curahan hati Wali Kota Malang, KPK menyarankan eksekutif untuk berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri.

"Saya curhat ke penyidik, beliau tidak bisa memberikan solusi. Ada saran untuk berkoordinasi dengan Kemendagri," kata Sutiaji.

Polisi bersenjata menjaga akses masuk lantai dua gedung DPRD Kota Malang saat tim KPK menggeledah kantor itu pada Kamis, 10 Agustus 2017.

Sementara itu, 13 anggota DPRD Kota Malang saat ini menjalani pemeriksaan di Mapolresta Malang Kota. Mereka adalah Indra Cahyono, Bambang Triyoso, Asia Iriani, Een Ambarsari, Moch Fadli, Suparno, Imam Gozali, Choeroel Anwar, Teguh Mulyono, Choirul Amri, Sugiharto, Erni Farida dan Diana Yanti.

Korupsi pembahasan APBD-Perubahan Pemerintah Kota Malang tahun 2015 telah menyeret tiga tersangka awal yakni Arief Wicaksono, mantan Ketua DPRD Kota Malang, Jarot Edy Sulistyono, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan Kota Malang pada tahun 2015, dan Hendrawan Mahruszaman, komisaris PT ENK sebagai jembatan di Kedungkandang.

Arief Wicaksono disangka menerima uang suap sebesar Rp700 juta dari Jarot Edy Sulistyono dalam pembahasan APBD Perubahan Kota Malang tahun 2015.

Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Jawa Timur, proyek pembangunan jembatan di Kedungkandang telah merugikan negara sebesar Rp9,7 miliar. Arief disangka menerima uang suap sebesar Rp250 juta dari Hendrawan Mahruszaman.

Setelah itu, Wali Kota Non Aktif Moch Anton juga ditetapkan menjadi tersangka bersama 18 anggota DPRD lainnya. Jika ada tujuh tersangka baru dalam pemeriksaan KPK jilid ke III, total anggota DPRD yang menjadi tersangka sebanyak 26 anggota DPRD periode 2014-2019.
    

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya