Satu Tersangka Suap Hakim PN Medan Masih Buron
- ANTARA FOTO/Reno Esnir
bVIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi telah melayangkan surat pencegahan ke luar negeri untuk Hadi Setiawan, orang kepercayaan konglomerat Tamin Sukardi.
Dari empat tersangka kasus pengurusan perkara di PN Medan, cuma Hadi yang belum tertangkap dan ditahan KPK. Sementara itu, tiga tersangka lainnya, yakni Tamin Sukardi, Hakim Merry Purba, dan Panitera pengganti Pengadilan Negeri Medan, Helpandi telah ditahan KPK sejak Rabu kemarin.
"Saat OTT (operasi tangkap tangan), HS (Hadi Setiawan) tidak sedang berada di tempat, tak sedang berada di kota Medan, Sumut. Kami mengidentifikasi, selain orang-orang yang diamankan delapan orang itu ada seorang HS yang diduga memiliki peran sebagai orang kepercayaannya TS (Tamin Sukardi) untuk melakukan beberapa hal terkait dengan perkara ini," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah kepada wartawan, Jumat 31 Agustus 2018.
Febri menambahkan, sampai saat ini, Hadi Setiawan masih dalam pencarian tim penyidik KPK. Febri pun mengimbau Hadi Setiawan kooperatif menyerahkan diri ke KPK.
"Apa saja yang dilakukan dan peran HS belum bisa kami buktikan, apalagi sekarang kan HS dalam posisi sedang dalam pencarian KPK. Kami sudah melakukan juga pencegahan ke luar negeri terhadap yang bersangkutan," kata Febri.
Dalam perkara ini, Merry dan Helpandi diduga sebagai penerima suap dari pemberi Tamin dan Hadi Setiawan. Uang suap SGD280 ribu diberikan Tamin, terdakwa kasus korupsi penjualan aset negara, untuk mempengaruhi putusan majelis hakim.
Di perkara Tamin, Merry adalah anggota majelis hakim yang menangani perkara Tamin. Sedangkan Ketuanya adalah Wahyu Prasetyo, yang merupakan Wakil Ketua PN Medan.
Dalam putusan yang dibacakan Senin 27 Agustus 2018, Merry menyatakan, dissenting opinion. Alhasil Tamin divonis enam tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 10 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar.Â