Politikus PDIP: Kasus Meiliana Harusnya Diselesaikan secara Musyawarah
- ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi
VIVA - Anggota Komisi III DPR, Masinton Pasaribu, menanggapi putusan Hakim Pengadilan Negeri Medan yang menjatuhkan hukuman 18 bulan penjara terhadap Meiliana karena dianggap bersalah dan melanggar Pasal 156 KUHP terkait penistaan agama. Menurut dia, seharusnya hakim tidak melihatnya dari kaca mata hukum saja.
"Ini kan persoalan bagaimana kita menjaga kebhinekaan, seharusnya hakim dalam memutuskan tidak melulu melihat kaca mata kuda (yuridis ansicht), tapi faktor lainnya harus dipertimbangkan sosiologi," kata Masinton kepada wartawan, Jumat, 24 Agustus 2018.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menuturkan masyarakat di Tanjung Balai cukup hetoregen. Karena itu, mereka sebenarnya terbiasa mendengar suara azan. Selain itu, kegiatan di klenteng maupun aktivitas kerohanian di gereja adalah hal yang biasa.
"Jadi, kalau ada hal-hal yang dialami oleh Meiliana ini seharusnya bisa diselesaikan musyawarah, dan hakim juga dalam memutuskan itu harus mempertimbangkan aspek di luar yuridis ansicht," ujar dia.
Masinton melanjutkan, apa yang disampaikan Meiliana itu tidak ada ungkapan ekspresi kebencian atau penistaan agama tertentu. Maka, sebenarnya bisa diselesaikan secara musyawarah. Untuk itu, hakim tingkat banding harus mempertimbangkan secara jernih kasus Meliana.
"Tentu dalam tingkat banding nanti, hakim ditingkat banding bisa mempertimbangkan, meninjau kembali keputusan pengadilan itu. Memang seharusnya diselesaikan secara musyawarah kasus seperti ini," tuturnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, menjatuhkan vonis 18 bulan penjara kepada seorang wanita bernama Meiliana, Selasa, 21 Agustus 2018.
Majelis hakim yang dipimpin Wahyu Prasetyo Wibowo menyatakan Meiliana terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 156 KUHP. Atas putusan itu, pihak Meiliana melalui penasihat hukumnya, Rantau Sibarani, mengajukan banding. (ase)