Polemik Meiliana: Wapres JK juga Pernah Keluhkan Volume Azan

Petisi Bebaskan Meiliana
Sumber :
  • Tangkapan layar Change.org

VIVA – Meiliana, seorang perempuan di Tanjung Balai, Sumatera Utara divonis 1,5 tahun penjara karena dianggap melakukan penistaan agama setelah meminta pengurus masjid di dekat rumahnya untuk mengecilkan suara azan, dua tahun lalu. Keluhannya itu kemudian menyulut kerusuhan bernuansa SARA.

Seribu Hektare di PIK Tak Ada Azan, Tampang Istri Selingkuh hingga Mobil Fahri Terbakar

Hukuman itu dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, yang diketuai Wahyu Prasetyo Wibowo dalam sidang Selasa, 21 Agustus 2018. Majelis hakim menyatakan Meiliana terbukti bersalah melakukan perbuatan penistaan agama yang diatur dalam Pasal 156A KUHPidana. 

Atas vonis itu, pihak Meiliana mengajukan banding. Banyak pihak mempertanyakan putusan majelis hakim ini. Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia menyatakan prihatin atas putusan tersebut. 

Ingin Jadi Mualaf, Ini Permintaan Ronaldo saat Dengar Azan

Juru bicara PSI, HM Guntur Romli dalam keterangannya kepada VIVA, Kamis, 23 Agustus 2018, menyatakan PSI setuju bahwa di Indonesia, penghinaan dengan sengaja terhadap agama, apalagi yang dengan sengaja dilakukan untuk menimbulkan kebencian dan permusuhan antarumat beragama, harus dilarang.

"Namun dalam kasus Bu Meiliana, sulit sekali bagi kita menerima argumentasi bahwa apa yang dilakukan Bu Meiliana adalah sesuatu yang menghina atau menodai agama," ujar Guntur.

Menteri Israel Larang Masjid Kumandangkan Azan, Jika Nekat Bakal Kena Denda

Kata Guntur, Meiliana hanya membandingkan suara pengeras suara dari masjid yang menurutnya lebih keras dari sebelumnya. 

Guntur menjelaskan, Kementerian Agama pada 1978 pernah mengeluarkan peraturan tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Musala, yang tidak pernah dicabut sampai sekarang. Dalam peraturan tersebut dinyatakan, penggunaan pengeras suara harus ditata agar jangan sampai suara dari masjid justru menimbulkan antipati dan kejengkelan. 

"Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) juga pernah mengeluhkan hal yang sama agar pengeras suara diatur sebaik-baiknya. Mengeluhkan suara pengeras suara tidak berarti mengeluhkan suara azan," tegasnya," ujar Guntur. 

Oleh karena itu, kata Guntur, tidak tepat majelis hakim memvonis Meiliana bersalah. "Vonis 18 bulan terhadap Ibu Meiliana adalah sebuah keputusan yang mencederai rasa keadilan dan hati nurani. Ironisnya, sejumlah pelaku kerusuhan yang menghancurkan rumah ibadah hanya divonis 1,5 bulan sampai 2 bulan," tuturnya.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla alias JK menyampaikan bahwa Meiliana tidak seharusnya dipidana hanya karena mengeluhkan volume suara azan.

"Apa yang diprotes Ibu Meiliana, saya tidak paham apakah (suara) pengajiannya atau azannya. Tapi tentu apabila ada masyarakat yang meminta begitu (suara dari pengeras suara masjid dikecilkan), ya tidak seharusnya dipidana," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis, 23 Agustus 2018.

Selaku Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), JK juga sudah meminta supaya masjid-masjid menggunakan pengeras suara mereka untuk azan selama tak lebih dari tiga menit. Sementara itu, untuk pengajian tidak lebih dari delapan menit. Dengan demikian, pengeras suara yang memancarkan suara ke luar masjid hanya berbunyi tidak lama setiap waktu salat.

"Tidak perlu (pengeras suara masjid digunakan) terlalu lama, karena orang jalan kaki dalam waktu lima menit (untuk memenuhi panggilan azan) kurang lebih sudah sampai. Jadi tidak perlu panjang sampai setengah jam," ujar JK.

Selain itu, JK menyampaikan, jarak antara masjid di banyak wilayah di Indonesia juga rata-rata tidak terlalu berjauhan. Dengan demikian volume pengeras suara di setiap masjid juga tidak perlu diatur terlampau tinggi karena suara azan bisa dengan mudah terdengar di mana pun berkat banyaknya masjid di suatu wilayah.

"Kalau terlalu keras juga, bisa mengganggu azan, pengajian masjid lain karena itulah jangan terlalu keras suaranya," ujar JK.

Lebih lanjut, menurut JK, perkembangan kasus yang menimpa Meiliana patut untuk terus dicermati. Meiliana sendiri baru divonis di tingkat PN, sehingga terbuka kemungkinan baginya untuk banding di tingkat pengadilan yang lebih tinggi.

"Kita akan melihat kejadian sebenarnya apa karena itu (permintaan supaya volume pengeras suara tidak tinggi) wajar saja. Dewan Masjid saja meminta jangan terlalu keras dan jangan terlalu lama," ujar Wapres.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya