Kepala Sekolah TK Kartika Dicopot, KPAI: Sanksi Tegas atas Tindakannya
- Istimewa
VIVA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Probolinggo, Mochammad Maskur atas keputusan mencopot Kepala TK Kartika V-69 Hartatik dari jabatannya.
"Sanksi tegas ini diambil sebagai konsekuensi atas tindakan yang diputuskan kepala TK, yang tanpa koordinasi dengan dinas pun Kodim 0820 Probolinggo selaku pembina lembaga pendidikan anak usia dini itu," ujar Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyarti kepada VIVA di Jakarta, Kamis, 23 Agustus 2018.
Retno menuturkan bahwa pencopotan ini terkait dengan tampilan kontroversial siswa TK yang menggunakan cadar dengan replika senjata atau tiruan pada saat pelaksanaan karnaval di Kota Probolinggo beberapa waktu lalu.
"Dalam prosesi pencopotan tersebut, Kepsek TK Kartika V-69 Hartatik secara resmi dipindahtugaskan sebagai staf di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kota Probolinggo terhitung mulai 23 Agustus 2018," ujar dia.
Dengan demikian, KPAI menjabarkan alasan mendukung keputusan Disdikpora Kota Probolinggo itu sebagai berikut. Pertama, Disdikpora Kota Probolinggo adalah pihak yang paling berwenang melakukan pemeriksaan dan pembinaan terhadap sekolah-sekolah di wilayahnya termasuk TK Kartika.
"Apalagi keputusan tersebut sudah melalui mekanisme pemeriksaan internal terhadap pihak sekolah dan Kepala TK Kartika," ujarnya.
Sebagai PNS, maka sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010, kewenangan pemberian sanksi sebagai bentuk pembinaan terhadap PNS berada di bawah kewenangan atasan kepala sekolah dalam hal ini Kepala Disdikpora Kota Probolinggo.
Kedua, dari awal KPAI meminta kasus karnaval di Probolinggo jangan dianggap remeh dan sepele. Kasus ini harus menjadi catatan bagi Dinas Pendidikan di berbagai daerah dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Apa yang terjadi di TK Kartika ini bisa jadi juga berlangsung di banyak sekolah lain hanya mungkin tak diketahui publik lantaran tidak viral," ujarnya.
KPAI juga sudah mempertanyakan dari awal bagaimana sekolah menyimpan atribut cadar dan replika senjata sejak 2016. Lanjut Retno, saat kasus ini viral sudah mendorong hal ini didalami pihak berwenang,termasuk Disdikpora saat melakukan pemeriksaan terhadap sekolah dan kepala sekolah.
Kemudian KPAI dari awal sudah menyayangkan karnaval anak-anak di Probolinggo yang mengenakan atribut cadar hitam dan membawa senjata api tiruan karena KPAI menganggap bukan hal biasa karena atribut itu mengingatkan pada atribut kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang terornya menakutkan dunia.
"Senjata dan cadar hitam sudah mengarah pada gerakan terorisme. Salah satu simbol kekerasan yang seharusnya dijauhkan dari anak-anak. Pendidikan mesti steril dari hal-hal kekerasan seperti itu," ujar dia.
Lanjut dia, memang memperingati HUT kemerdekaan memang lazim mengenakan atribut yang unik dan lucu jika berkaitan dengan anak-anak seperti baju adat maupun seragam profesi tertentu seperti dokter, tentara, guru, pilot dan polisi.
Namun memakai atribut cadar hitam dan membawa senjata api tiruan jelas bukan hal biasa. Jika memang ingin mengenalkan nilai kepahlawanan, semestinya pihak sekolah menganjurkan memakai aksesori para pejuang seperti baju biasa, baju petani dan bambu runcing.
Retno menambahkan, pendidikanmseharusnya mempertajam pikiran dan menghaluskan perasaan. Pendidikan juga harusnya mampu menyemai keragaman di negeri yang majemuk seperti Indonesia.