Anggota TNI Tewas, Tokoh Agama di Papua Minta Jangan Ada Penyisiran
VIVA – Dua prajurit TNI tewas, saat melaksanakan tugas di Distrik Tingginambut Kabupaten Puncak Jaya Papua, Minggu 19 Agustus lalu. Keduanya diduga, ditembak kelompok bersenjata yang bermarkas di sekitar lokasi kejadian.
Menyikapi peristiwa itu, sejumlah tokoh agama yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Papua, meminta TNI tidak membalas, apalagi melakukan penyisiran. Sebaiknya, semua pihak mengedepankan dialog, dalam menghentikan segala aksi kekeraaan yang terjadi.
Hal itu diutarakan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Papua, Pendeta Livius Biniluk kepada wartawan di Jayapura, Papua, Selasa 21 Agustus 2018.
"Pascagugurnya dua prajurit TNI yang ditembak kelompok bersenjata, kami harap jangan ada penyisiran. Nanti yang menjadi korban masyarakat tak berdosa, yang rata-rata tidak mengerti berbahasa Indonesia," ujar Liviuk Biniluk yang didampingi perwakilan agama di Papua.
Menurut Liviuk, dalam menghentikan berbagai aksi kekerasan yang terjadi belakangan ini sebaiknya mengedepankan dialog. "Intelijen pasti sudah menginventarisir pelakunya, lebih baik ambil langkah-langkah profesional, yakni tangkap pelakunya tanpa melakukan penyisiran," harap Livius.
Terkait aksi kekerasan yang merenggut nyawa dua personil TNI, Livius mengecam aksi yang dilakukan kelompok bersenjata di Papua. Ia meminta kelompok bersenjata berhenti melakukan kekerasan.
"Siapapun dia, mau TNI, OPM kah, masyarakat kah, nyawa sangat mahal harganya. Jadi, tidak boleh saling bunuh, mari ke depankan dialog dalam menyelesaikan berbagai persoalan," tegasnya.
Livius mengakui, pascagugurnya dua prajurit TNI, belum ada tindakan-tindakan aparat yang mengarah pada adanya penyisiran. Ia menegaskan, langkah yang paling ideal dalam menyelesaikan persoalan di Papua, termasuk menghentikan aksi keompok bersenjata, adalah dengan dialog.
"Selesaikan dengan pihak pihak yang bertikai seperti Kelompok Bersenjata maupun mereka yang ada di luar negeri seperti ULMWP, dengan jalur dialog, jangan bertahan lebih karena hanya menimbulkan korban berjatuhan lagi," ungkap Livius.
Pendeta Maury juga mengatakan hal senada, bahwa dalam menyelesaikan pertikaian harus mengedepankan dialog. "Kita semua harus ke depankan 5 D, doa, duduk, dialog, diskusi untuk damai," ucap Maury ditempat yang sama.
Maury menilai aksi kekerasan yang dilakukan kelompok bersenjata jelas tindakan yang memalukan, tidak berperikemanusiaan bertentangan dengan agama. "Sebaiknya pemerintah membuka ruang dialog, apalah artinya tunjukan kekuatan. TNI Polri sebenarnya sudah jalankan tugasnya dengan baik, tapi malah diserang," tegasnya.
Ia mengimbau, kelompok bersenjata yang bergerilya di hutan dan masih terus beraksi, segera menghentikan segala aksinya. Para tokoh agama ini membuka diri untuk berdiskusi dan menampung aspirasi dari kelompok kriminal tersebut.
"Kalau teman-teman yang kini di hutan ada keluh kesah, sampaikan melalui para tokoh agama, jangan malah main hakim sendiri. Yang dibunuh itu ada keluarga loh, kasihan mereka, mari duduk bersama dan dialog," harapnya.
Sebelumnya, Kelompok Bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka kembali beraksi dengan melakukan pembunuhan terhadap anggota TNI, Minggu 19 Agustus 2018, di Distrik Tingginambut Puncak Jaya. Dua prajurit TNI tewas ditembak dan dipanah.
Dua prajurit TNI anggota Pos Satgas Pamrahwan Tingginambut tewas, saat berencana memberikan sumbangan bahan makanan kepada anak-anak usia sekolah yang berada di Kampung Tingginambut sebagai bentuk rasa syukur para prajurit dalam memperingati HUT RI ke-73.