Perlu Tidak Gempa Lombok Jadi Bencana Nasional, Ini Konsekuensinya

Kerusakan bangunan akibat gempa bumi di Lombok
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Zabur Karuru

VIVA – Polemik soal status bencana gempa Lombok dinyatakan sebagai bencana nasional masih bergulir di media sosial. Diketahui, gempa besar beberapa kali terjadi menambah jumlah korban jiwa, kerusakan bangunan dan kerugian ekonomi.

Badan Geologi Ungkap Penyebab Gempa Bandung karena Sesar Kertasari

Dampak gempa Lombok dan sekitarnya sejak gempa pertama 6,4 SR pada 29 Juli 2018 yang kemudian disusul gempa 7 SR 5 Agustus 2018, 6,5 SR 19 Agustus 2019 siang dan 6,9 SR 19 Agustus 2018 malam menyebabkan 506 orang meninggal dunia, 431.416 orang pengungsi, 74.361 unit rumah rusak dan kerusakan lainnya. Diperkirakan kerusakan dan kerugian mencapai Rp7,7 triliun.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, melihat dampak gempa Lombok tersebut memang banyak pihak mengusulkan agar dinyatakan sebagai bencana nasional. Wewenang penetapan status bencana ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa penentuan status keadaan darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan tingkatan bencana. 

Persib Salurkan Bantuan untuk Korban Gempa Bumi Kabupaten Bandung

"Untuk tingkat nasional ditetapkan oleh Presiden, tingkat provinsi oleh gubernur dan tingkat kabupaten/kota oleh Bupati/Wali kota," kata Sutopo dalam keterangan tertulisnya, Senin 20 Agustus 2018.

Sutopo menuturkan, penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah didasarkan pada lima variabel utama yakni jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Gempa Bumi 4.8 Magnitudo Berpusat di Darat Guncang Gianyar Bali

Menurut Sutopo, semua indikator itu saja tidak cukup. Ada hal yang mendasar indikator yang sulit diukur yaitu kondisi keberadaan dan keberfungsian Pemerintah Daerah apakah kolaps atau tidak. Kepala daerah beserta jajaran di bawahnya masih ada dan dapat menjalankan pemerintahan atau tidak.

"Tsunami Aceh 2004 ditetapkan sebagai bencana nasional pada saat itu karena pemerintah daerah baik provinsi dan kabupaten/kota termasuk unsur pusat di Aceh seperti Kodam dan Polda kolaps atau tak berdaya, luluh lantak dan tidak berdaya sehingga menyerahkan ke pemerintah pusat. Pemerintah kemudian menyatakan sebagai bencana nasional. Risikonya semua tugas pemerintah daerah diambil alih pusat termasuk pemerintahan umum. Bukan hanya bencana saja," katanya.

Dengan adanya status bencana nasional maka terbukanya pintu seluas-luasnya untuk bantuan internasional oleh negara-negara lain dan masyarakat internasional membantu langsung penanganan kemanusiaan. Ini adalah konsekuensi dari Konvensi Geneva. Seringkali timbul permasalahan baru terkait bantuan internasional ini karena akan menyangkut pada kondisi politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.

"Jadi ada konsekuensi jika menetapkan status bencana nasional. Sejak tsunami Aceh 2004 hingga saat ini belum ada bencana yang terjadi di Indonesia dinyatakan bencana nasional. Sebab bangsa Indonesia banyak belajar dari pengalaman penanganan tsunami Aceh 2004," ucapnya.

Sutopo menuturkan, yang utama adalah penanganan terhadap dampak korban bencana. Saat ini, kata Sutopo, potensi nasional masih mampu mengatasi penanganan darurat bahkan sampai rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana nanti. Tanpa ada status bencana nasional pun penanganan bencana saat ini skalanya sudah nasional.

"Pemerintah pusat terus mendampingi dan memperkuat pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Penguatan itu adalah bantuan anggaran, pengerahan personel, bantuan logistik dan peralatan, manajerial dan tertib administrasi," kata dia.

Dana cadangan penanggulangan bencana sebesar Rp4 triliun yang ada di Kementerian Keuangan dengan pengguna oleh BNPB siap dikucurkan sesuai kebutuhan. Jika kurang, pemerintah siap akan menambahkan dengan dibahas bersama DPR RI. Kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa Lombok diperkirakan lebih dari Rp7 triliun juga akan dianggarkan oleh pemerintah pusat.

Bahkan, lanjut Sutopo, Presiden akan mengeluarkan Instruksi Presiden tentang Percepatan Penanganan Dampak Gempa Lombok. Pemerintah pusat total memberikan dukungan penuh bantuan kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota serta tentu saja yang paling penting kepada masyarakat.

"Presiden terus memantau perkembangan penanganan gempa Lombok. Bahkan Presiden telah hadir ke Lombok dan memberikan arahan penanganan bencana," kata dia.

Lebih lanjut Sutopo mengatakan, banyak pihak yang tidak paham mengenai manajemen bencana secara utuh termasuk penetapan status dan tingkatan bencana. Banyak pihak beranggapan dengan status bencana nasional akan ada kemudahan akses terhadap sumber daya nasional.

Padahal tanpa ada status itu pun saat ini, negara sudah mengerahkan sumber daya nasional. Pemerintah sudah mengerahkan personel dari unsur pusat seperti TNI, Polri, Basarnas, kementerian lembaga terkait dan lainnya baik dalam bentuk logistik maupun bantuan lainnya seperti rumah sakit lapangan, sekolah darurat dan lainnya.

"Semua sudah mengerahkan sumber daya ke daerah. Jadi relevansi untuk status bencana nasional tidak relevan," katanya.

Dalam praktiknya, di dalam penanganan bencana-bencana besar di Indonesia, hampir semuanya berasal dari bantuan pemerintah pusat. Namun kendali dan tanggung jawab tetap ada di pemerintah daerah tanpa harus menetapkan status bencana nasional.

Tak dipungkirinya, ada kecenderungan setiap terjadi bencana dengan korban cukup banyak selalu ada wacana agar pemerintah pusat menetapkan sebagai bencana nasional.  

"Jadi tidak perlu berpolemik dengan status bencana nasional. Yang penting adalah penanganan dapat dilakukan secara cepat kepada masyarakat yang terdampak. Pemda tetap berdiri dan dapat menjalankan tugas melayani masyarakat. Pemerintah pusat pasti membantu. Skala penanganan sudah skala nasional. Potensi nasional masih mampu untuk menangani bencana gempa Lombok hingga pascabencana nantinya," kata Sutopo. (ase)

Ilustrasi - Seismograf, alat pencatat getaran gempa.

Gempa Magnitudo 5,0 Guncang Buol Sulteng, BMKG Ungkap Penyebabnya

Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan mendatar naik.

img_title
VIVA.co.id
9 November 2024