KPK Cecar Sofyan Basir soal Uang Suap PLTU Riau dan Sita HP
- ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
VIVA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung memeriksa Dirut PT PLN Sofyan Basir, Selasa petang, 7 Agustus 2018. Sofyan diperiksa sebagai saksi terkait skandal suap proyek PLTU Riau-1.
Dalam pemeriksaan kali ini, tim penyidik mencecar Sofyan soal aliran dana suap proyek PLTU Riau-1. Selain soal aliran dana, dalam pemeriksaan kedua yang dijalani Sofyan ini, tim penyidik KPK mendalami mengenai pertemuan-pertemuan yang dihadirinya dan mekanisme kerja sama proyek PLTU Riau-1.
"Kami merasa masih memerlukan keterangan saksi terkait mekanisme kerja sama dan pengetahuan saksi tentang pertemuan dengan pihak lain dan adanya aliran dana," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, kepada wartawan.
Mengenai pertemuan Sofyan Basir dan sejumlah pihak ini diketahui dari rekaman CCTV yang disita tim penyidik saat menggeledah sejumlah lokasi termasuk rumah dan kantor Sofyan beberapa waktu lalu.
Selain itu, dalam pemeriksaan ini, tim penyidik juga mengklarifikasi mengenai sejumlah dokumen terkait proyek PLTU Riau-1 yang turut disita KPK. "Juga mengklarifikasi dokumen yang disita sebelumnya," kata Febri.
Febri masih enggan memastikan adanya dugaan aliran dana yang turut diterima Sofyan dalam proyek investasi senilai US$900 juta. Menurutnya hal tersebut merupakan salah satu teknis penyidikan.
Yang pasti, kata Febri, pemeriksaan ini dilakukan lantaran tim penyidik menduga Sofyan mengetahui banyak hal terkait proyek milik PLN tersebut.
"Informasi belum bisa dikonfirmasi karena itu teknis penyidikan dan substansi perkara. Saat saksi dipanggil mendalami pengetahuan yang bersangkutan terkait PLTU Riau-1," kata Febri.
Usai diperiksa, Sofyan Basir enggan mengungkap materi pemeriksaan yang dijalaninya. Sofyan meminta para awak media untuk mengonfirmasinya kepada tim penyidik.
Namun, dia kukuh menyebut proses penunjukan langsung konsorsium Blackgold Natural Limited dan PT China Huadian Engineering Indonesia sebagai penggarap proyek ini merupakan kewenangan PT PJB.
"Penunjukan (langsung) mengenai itu (proyek PLTU Riau-1) sudah diatur di PJB," kata Sofyan.
Pada kesempatan sama Sofyan Basir mengakui telepon genggam (HP) miliknya turut disita tim penyidik. Namun Sofyan berdalih penyitaan tersebut merupakan hal yang normal dalam proses penyidikan. "Normal itu," kata Sofyan.
Dalam perkara ini, Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih diduga menerima suap senilai Rp4,8 miliar dari Johannes B Kotjo untuk mengatur perusahaan Blackgold Natural Resources Limited masuk konsorsium yang mengerjakan proyek PLTU Riau-1. Padahal PLN telah menunjuk anak usahanya yakni PT PJB untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1.
KPK mengendus ada peran Eni Saragih dan Idrus Marham, serta Bos PT PLN Sofyan Basir, sampai akhirnya Blackgold masuk konsorsium proyek ini. Kotjo adalah pemilik saham Blackgold.
Sofyan dan Idrus Marham waktu pemeriksaan pertama di kantor KPK pada bulan lalu mengaku mengenal dekat dan pernah bertemu dengan Kotjo. Sofyan juga mengaku sering bermain golf dengan Idrus.
Selaras itu, Eni Saragih dari balik jeruji besi pun mengaku ada peran Sofyan dan Kotjo sampai akhirnya PT PJB diklaim memiliki 51 persen aset, sehingga bisa tunjuk langsung Blackgold sebagai mitranya.
Eni sendiri pada perkara ini ditangkap tim KPK dari rumah Idrus Marham. Dalam keterangannya, KPK menduga Eni sudah menerima uang suap proyek ini sejak tahun 2017.
Meski perkara ini baru menjerat Eni dan Kotjo sebagai tersangka, tapi KPK menyatakan akan mengembangkan perkara tersebut. Apalagi beberapa waktu lalu kediaman Sofyan Basir, kantor pusat PLN dan kantor PJB Investasi telah digeledah KPK.
Selain itu tim penyidik telah memeriksa Idrus Marham dan sejumlah direksi PT PJB dan direksi anak usahanya PT PJB Investasi.