Cerita Pahit Neno Warisman Jadi Korban Persekusi di Batam
- Instagram/@musliminindonesiacerdas
VIVA - Politisi PKS yang juga dikenal sebagai aktivis, Ustazah Neno Warisman mengungkap pengalaman pahitnya saat dipersekusi ketika berada di bandara Batam. Diakui Neno, peristiwa itu terjadi ketika dia hendak menghadiri deklarasi ganti presiden 2019.
"Deklarasi itu biasa aja, namun ketika sampai di Batam itu sudah muncul gejala-gejala yang ganjil karena keluar dari gerbang itu sudah banyak yang motret- motret yang tidak biasa," kata Neno di hadapan media usai menerima kunjungan Ketum Gerindra, Prabowo Subianto di kediamannya, di Griya Tugu Asri, Depok, pada Selasa 31 Juli 2018.
"Nah, kemudian saya digiring kesatu ruangan, terus saya kok di foto-foto lagi. Saya katakan saya enggak nyaman, apaan ini? Kemudian saya minta keluar dan ketika itu ada yang melempar tong sampah," lanjut dia.
Kemudian, kata Neno, dia diminta mundur dan membatalkan niatnya untuk menghadiri deklarasi ganti presiden. Namun, dengan tegas Neno menolaknya.
"Saya tetap mau keluar karena memang itu adalah hal yang wajar, tapi enggak bisa. Kemudian ada teman dari Medan yang menghubungi Macan Asia, salah satu organisasi. Dia mencoba membawa kami ke pintu belakang tapi pihak bandara dan polda yang memang menahan tidak memberikan izin pada kami," tuturnya.
Di saat itulah terjadi negosiasi yang cukup alot. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, melalui sambungan telepon ikut mencari cara untuk mengeluarkan Neno. Namun, birokrasi yang terjadi saat itu terkesan rumit.
"Pihak panitia mengatakan kepada saya boleh keluar asalkan menandatangani perjanjian akan meninggalkan acara deklarasi. Saya konsultasi dengan Fadli Zon, 'Fad ini gimana seperti ini'. Kemudian Fadli menghubungi pihaknya, sampai datang utusan dari Gerindra, yakni Ketua Gerindra di Batam. Itu sudah jam setengah 11 malam, makanan juga enggak boleh masuk. Kami sudah kelaparan yah di dalam," beber Neno.
Dihadang aparat bersenjata
Peristiwa itu, lanjut Nenno, terjadi dari pukul 05:00 hingga sekitar pukul 11.56 waktu setempat. "Saat itu teman-teman sudah letih sekali, AC sudah enggak ada. Kami juga sudah suntuk banget. Akhirnya ada dari pihak FPI mereka mengirim Abu Gaza untuk ikut negosiasi, jadi ada yang negosiasi Macan Asia, ada yang dari Gerindra dan wakil DPRD PAN untuk mencoba menegosiasi," tuturnya.
Kemudian, ratusan laskar FPI, kata Neno, juga sempat terlibat ketegangan dengan aparat. Beberapa diantaranya bahkan terluka. "Laskar FPI dengan jumlah 200 atau 300 orang sudah dihela keluar. Jadi sudah ada yang rompal giginya namannya Andika kemudian ada yang ditendang sampai lebam dan sampai divisum. Jadi ada tiga orang laskar FPI yang juga terluka," katanya.
Karena melihat situasi yang sudah tak terkendali itu, sekitar pukul 23.45, akhirnya Neno dan beberapa rekannya memutuskan nekat keluar dari Bandara. "Jadi sayalah yang kemudian meminta dengan sekjen Pak Mursal yang mendorong untuk kami segera menentukan pilihan. Karena kami enggak mungkin menginap di bandara dan besok kami tetap harus deklarasi, tetapi ingin deklarasi dan seluruh masyarakat juga menginginkan tetap dilakukan," katanya.
Rupanya perjuangan Neno belum sampai di situ, ketika keluar bandara, mobilnya dan rombongan ditimpuki batu oleh orang tak dikenal. Namun, ia tak menggubris dan memilih tetap melanjutkan perjalanan hingga akhirnya dihadang barisan aparat kepolisian bersenjata lengkap.
"Nah ketika keluar mobil ditimpukin begitu. Tapi kami terus berjalan aja. Tapi yang mengagetkan adalah ketika kita bisa sampai di ujung prapatan atau pertigaan tiba-tiba ada mobil polisi banyak sekali menghadang, jadi mobil kami tidak bisa maju lagi, karena ada barakuda, ada mobil besar dan juga pasukan bersenjata. Jadi saya terus menelpon lagi Fak Fadly. Saya bilang Fad ini kok kita dikepung dengan pasukan bersenjata, emang salah kami apa gitu."
Ketika dihadang, Neno sempat mengatakan bahwa dia adalah wanita dan tidak bersenjata. Namun dia juga mendapat jawaban yang kurang menyenangkan.
"Terus sampai ada perintah diam semua, tidak boleh bergerak. Tapi saya lihat ini apa ya, sampai di mana, mau kemana. Yang kemudian terjadi memang sangat mengenaskan, karena mobil kami disuruh kembali, kan kami udah ditimpukin batu kalau kami harus kembali jadi apa," katanya.
Di saat itulah, utusan FPI, yakni Abu Gaza akhirnya menandatangani perjanjian untuk bisa membebaskan Neno dan rombongan asalkan deklarasi tidak dilakukan.
"Namun atas permintaan seluruh masyarakat Batam akhirnya deklarasi harus tetap dijalankan karena memang mereka yang menghendaki dan saya pun tetap hadir di sana walaupun di dua pertiga waktu kami dihentikan oleh polisi juga dan kemudian, ya kami tetap taat sebagai warga negara walaupun kami ini asalkan kami bisa menjembatani masyarakat untuk tahu, untuk sadar bahwa gerakan 2019 Ganti Presiden adalah gerakan yang konstitusional, tidak melanggar hukum. Misi ini sudah tersampaikan," tuturnya.