Saat Korban Perkosaan Aborsi: Mengapa Dipenjara dan Bukan Dikuatkan?
- bbc
Komnas Perempuan menyebut kasus kekerasan seksual terhadap anak justru kerap terjadi dalam lingkup rumah tangga, bukan di ruang publik. - PA
Menjadi pertanyaan bagi para hakim, jaksa, polisi: keadilan apa yang mereka coba tegakkan dengan mempidanakan dan memenjarakan korban perkosaan yang melakukan aborsi?
Para Hakim harus mulai mempelajari dan melaksanakan peraturan Mahkamah Agung No 3 tahun 2017 yang berisikan Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum.
Hakim harus memahami ketentuan yang memberikan kepastian agar perempuan tidak mengalami diskriminasi saat berhadapan dengan kasus hukum dan memberikan jaminan kepada perempuan agar mendapat akses keadilan yang setara. Ada jalan keluar lain selain memenjarakan korban.
Tidakkah akan berlipat ganda penderitaan para perempuan korban jika aparat penegak hukum, jaksa atau hakim justru sibuk dengan urusan sistem dan prosedur formal serta kaku?
Tidakkah keadilan yang sejati seharusnya justru yang berperspektif keadilan bagi korban?
Dan mereka harus bertanya lagi apakah putusan hukum mereka justru menguntungkan pelaku dan memojokkan korban?
Yang juga para penegak hukum -polisi, jaksa, hakim, harus teguh adalah, mereka tak perlu takut dituduh kurang bermoral atau dituduh kurang salih jika membuka jalan keadilan bagi para perempuan dan gadis di bawah umur yang terpaksa melakukan aborsi hasil perkosaan.
Dan saya teringat lagi Bintang, gadis 17 tahun yang diperkosa di umur 15 tahun dan divonis bersalah di umur 16 tahun itu.
"Saya ingin jadi pengacara kayak mbak-mbak LBH APIK, biar bisa membantu anak-anak perempuan lain yang (mengalami kekerasan seksual) seperti saya," katanya.
Dia tampak bersungguh-sungguh.
Bintang punya mimpi. Ribuan gadis kecil lain punya mimpi-mimpi lain yang indah.
Namun apakah kita bisa biarkan hukum dan sistem peradilan membunuh mimpi-mimpi mereka?