Saat Korban Perkosaan Aborsi: Mengapa Dipenjara dan Bukan Dikuatkan?
- bbc
Sebagai gantinya ia harus masuk rehabilitasi di Panti Sosial Bina Remaja dan berhak mendapatkan konseling atas trauma akibat perkosaan yang pernah ia alami.
Hakim yang mengadilinya mengakui bahwa Bintang adalah ``korban perkosaan dan korban kemiskinan,`` seperti dikutip , 28 Juli 2017.
Bintang bukan yang pertama dan bukan pula yang terakhir.
Pada Kamis 19 Juli 2018, kembali publik dibuat terkejut dan marah atas apa yang menimpa Matahari, juga nama samaran, seorang anak perempuan berusia 15 tahun asal Jambi.
Hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian menjatuhkan hukuman enam bulan penjara kepada Matahari, karena menggugurkan kandungan hasil perkosaan oleh kakak kandungnya sendiri.
Berbagai kalangan terguncang lantaran korban perkosaan inses yang semestinya mendapatkan perlindungan, dukungan konseling, dan solidaritas, malah diburu dengan pasal pidana.
Berdasarkan rilis Institute for Criminal Justice Reform 23 Juli 2018, ada pelanggaran hukum acara yang serius dalam penanganan kasus di PN Muara Bulian. Mereka meminta Mahkamah Agung, Komisi Kejaksaan dan Komisi Yudisial untuk melakukan pemeriksaan terhadap peradilan itu.
Kasus yang dihadapi oleh Bintang dan Matahari adalah hanya dua dari ratusan kasus kekerasan seksual yang dialami para bocah.
Pada 2017 saja, Komisi Perlindungan Anak Indonesia mencatat 116 kasus kekerasan seksual. Secara umum Komnas Perempuan mencatat kasus kekerasan seksual khususnya perkosaan terhadap perempuan dan anak perempuan yang terjadi di ranah privat dan komunitas berjumlah 1.288.
Dengan ribuan kasus perkosaan yang menimpa perempuan dan anak, apakah adil jika hakim memberikan hukuman penjara kepada mereka yang memutuskan menggugurkan kehamilan akibat perkosaan?
UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan PP No 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi telah mengatur dan memberikan pengecualian terhadap korban perkosaan.
Namun mengapa para hakim ini mengirim korban ke penjara?
Hak aborsi dan prasangka moral
Putusan-putusan hakim yang menyatakan bersalah dan menghukum korban perkosaan yang menggugurkan kandungan, menunjukkan betapa prasangka moral sepihak begitu dominan, sampai bersifat represif terhadap perempuan korban perkosaan.