Jaksa Sebut Alasan JAD Didakwa Sebagai Organisasi Terlarang
- ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
VIVA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Heri Herman menyatakan, Jamaah Anshor Daulah (JAD) yang berbaiat pada ISIS merupakan sesuatu yang dilarang di Indonesia.
Menurut Heri, dalam UU Terorisme diatur bahwa organisasi yang membahayakan masyarakat bisa dimintakan untuk dilarang berkembang di Indonesia.
"Dalam UU Terorisme itu kan diatur apabila ada suatu organisasi yang bisa membahayakan masyarakat itu bisa dimintakan untuk dilarang. Inilah posisi kami," ujar Heri usai sidang perdana pembubaran JAD di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 24 Juli 2018.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Jamaah Anshor Daulah (JAD) sebagai korporasi yang sudah menggerakkan aksi teror di Indonesia. Karenanya, jaksa berpendapat JAD ini sangat membahayakan masyarakat umum.
"Karenanya organisasi ini kami dakwakan dilarang, apalagi organisasi teroris, maksudnya bisa membahayakan masyarakat umum oleh karena sudah ada beberapa kejadian, maka ini layak dilarang," katanya.
Apabila hakim mengabulkan dakwaannya, JPU mengharapkan agar tidak ada lagi orang-orang yang bergabung dengan gerakan seperti ini. Karena, bila masih ditemukan anggota-anggota baru, putusan hakim bisa menjadi landasan pemidanaan seseorang yang diketahui sebagai anggota JAD.
"Jadi kalau sudah dilarang ya berarti siapapun yang nanti dinyatakan ikut, maka dia bisa dipidana dengan UU (UU No. 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme), itu ada salah satu pasal menyatakan apabila masih menjadi anggota organisasi yang dinyatakan terlarang, maka dia bisa dipidana," katanya.
Dalam sidang ini, JPU menghadirkan empat saksi. Salah satunya adalah pimpinan JAD Kalimantan, Joko Sugito. Dia menyebut, pendanaan korporasi JAD ini adalah melalui infaq atau sedekah dari masjid tempat melakukan kajian-kajian. Uang tersebut didapat dari jamaah pengikut masing-masing daerah.
Joko juga mengaku pernah menyetorkan dana infaq tersebut sebanyak tiga kali kepada bendahara JAD Pusat. Ia tidak mengingat total berapa yang ia kirimkan, namun dia ingat saat itu pernah transfer sebesar Rp1,5 juta.
Sementara itu, pimpinan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Zainal Anshori membenarkan adanya aliran dana dari infaq masjid yang diperoleh dari amir pusat daerah JAD. Zainal menyebut uang tersebut ada yang diserahkan ke Suriah.
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Zainal yang diterima jaksa, ia menyebut mendapat dana Rp27 juta untuk diserahkan ke Suriah.
Zainal mengungkapkan, uang Rp27 juta itu diperintahkan untuk digunakan membeli pakaian, kendaraan, dan memberangkatkan dua orang ke Filipina untuk mengambil senjata.
Lebih lanjut, jaksa pun mempertanyakan dana yang diperoleh JAD pusat asalnya darimana. Dia pun menjawab dana tersebut berasal dari infaq anggota yang ikut dalam kajian-kajian JAD. Dana tersebut dikumpulkan oleh bendahara.
Sebelumnya, JAD didakwa sebagai korporasi jaringan terorisme di Indonesia. Abu Musa dan Zainal Anshori selaku pendiri yang membentuk wadah para pendukung khilafah pemimpin pusat Abu Bakar Al Baghdadi. Jaksa menyebut tujuan dibentuk JAD tersebut adalah untuk mendukung khilafah daulah Islamiyah di Suriah dengan melakukan kegiatan dakwah khilafah melaksanakan hijrah dan jihad. (mus)