Perkenalkan Tiga Pilot Wanita Pertama TNI AD: Puspita, Feny, dan Tri
- VIVA/Dwi Royanto
VIVA – Untuk pertama kali TNI Angkatan Darat memiliki pilot wanita. Ketiga srikandi calon penerbang itu masih menjalani pendidikan di Pusat Pendidikan Penerbangan Angkatan Darat (Pusdik Penerbad) Semarang, Jawa Tengah.
Ketiga perwira Korps Wanita Angkatan Darat atau Kowad itu adalah Letnan Dua Korps Penerbangan (K) Puspita Ladiba, Letda Cpn (K) Feny Avisha dan Letda Cpn (K) Tri Ramadhani. Mereka ialah taruni sarjana terapan pertahanan yang lulus dari Akademi Militer Megelang tahun 2017.
Menurut Komandan Satuan Latihan Terbang Pendidikan, Letnan Kolonel CPN Dwi Cahyono Budiarto, keberadaan tiga Kowad dalam pendidikan pilot menjadi yang pertama dalam sejarah Pusdik Penerbad.
"Sesuai kebijakan pimpinan bahwa wanita diberikan kesempatan untuk bisa bekerja di masing-masing bagian, termasuk pilot," kata Dwi di sela pelatihan terbang di Lanumad Ahmad Yani Semarang pada Jumat, 20 Juli 2018.
Ketiga Kowad itu, kata Dwi, merupakan taruni Akmil yang dinilai memiliki kemampuan dalam bidang penerbangan. Mereka telah memulai latihan terbang secara rutin di Penerbad sejak tiga bulan lalu. Mereka masih dalam pelatihan menunggangi heli latih jenis Hughes 300.
Meski baru pertama, metode pelatihan penerbangan sama seperti pilot laki-laki. Bahkan dari sisi kemampuan intelektual dan teori mereka lebih unggul. Pun kemampuan terbang yang bisa mengimbangi dengan pilot laki-laki.
"Mereka kemarin juga sudah terbang solo (terbang sendiri). Kalau di Angkatan Laut dan Udara sudah ada, ya, maka kita kasih kesempatan. (kalau sudah jadi) nanti sesuai kebijakan pimpinan, apakah akan diarahkan untuk operasi apa saja," kata Dwi.
Bagi Tri Ramadhani, kesempatan menjadi calon penerbang perdana di TNI/AD ialah sebuah kebanggaan tersendiri. Dara cantik yang akrab disapa Rani itu mengaku terpilih ikut dalam pendidikan penerbangan setelah melihat tes psikologi saat di Akmil.
Â
"Nah, dari test psikologi itulah hasilnya keluar kita masuk di Korps Penerbang Angkatan Darat. Saat ini kita sudah melampaui empat puluh jam terbang," kata Rani.
Menjadi segelintir pilot wanita awalnya bukanlah hal mudah bagi dara asal Lahat, Sumatra Utara, itu. Meski sejak awal menggandrungi dunia penerbangan, kesulitan dari proses pendidikan infanteri di Akmil ke penerbangan menuntut proses adaptasi.
"Tapi seiring berjalannya waktu. kita mengenal: 'oh, korps penerbang itu seperti ini, ya'. Lama kelamaan kita sendirinya menikmati, karena memang itu sudah bagian dari pada kita dan pilihan yang dipilihkan ke kita," ujarnya.
Pengalaman serupa juga dialami rekan Rani, yakni Puspita Ladiba. Diba awalnya mengaku kesulitan dan merasa takut untuk menerbangkan pesawat. Apalagi karakteristik pesawat yang harus diterbangkan juga berbeda antara heli dengan pesawat komersial.
"Kesulitan kita di sini, kita tidak punya referensi senior kita wanita jadi kita referensi ke yang laki-laki. Jadi, ada beberapa hambatan tapi bisa kita lewati," katanya. (mus)