KPK Telisik Skema Kerja Sama Proyek PLTU Riau-1
- VIVA/Bayu Nugraha
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik lebih jauh skema kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau-1, yang diduga menjadi “bancakan” Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih untuk menerima suap dari bos Blackgold Natural Resources Limited Johanes Budisutrisno Kotjo. Eni sendiri sudah ditangkap KPK dan jadi tersangka atas kasus itu.
Hal tersebut terlihat dari penggeledahan yang dilakukan tim penyidik di sejumlah lokasi selama dua hari berturut-turut.
Pada Minggu, 15 Juli 2018, tim KPK mulai menggeledah rumah Direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir, rumah Eni serta, apartemen dan kantor Johanes. Kemudian tim penyidik KPK terus bergerak dan menggeledah tiga lokasi lainnya pada hari Senin, 16 Juli 2018.
Ketiga lokasi itu, yakni ruang kerja Eni di DPR, kantor pusat PT PLN dan kantor PT Pembangkitan Jawa-Bali Indonesia Power.
Dari serangkaian penggeledahan ini, tim penyidik menyita sejumlah dokumen penting berkaitan skandal penyuapan tersebut. Satu di antaranya, dokumen yang memaparkan skema kerja sama antara PLN dan konsorsium penggarap proyek PLTU Riau-1.
"Cukup banyak dokumen terkait PLTU Riau-1 yang kami temukan. Termasuk dokumen yang menjelaskan skema kerja sama sejumlah pihak di kasus ini," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa, 17 Juli 2018.
Rekaman CCTV
Bukan hanya dokumen skema kerja sama, tim penyidik juga menyita sejumlah barang bukti lainnya. Beberapa di antaranya rekaman CCTV dan alat komunikasi.
"Ada juga barang bukti elektronik diamankan, CCTV dan alat komunikasi," kata Febri.
Diketahui, pengembangan proyek PLTU Riau-1 ini melalui penunjukan langsung kepada anak usaha PLN yakni PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) Indonesia Power.
Di mana PJB diberikan kewenangan untuk mencari mitra dalam pengerjaannya dengan kepemilikan mayoritas berada di tangan PJB 51 persen dan 49 persen sisanya dimiliki konsorsium PT Samantaka Batubara yang merupakan anak perusahaan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co., Ltd.
"Kalau bicara tentang pembangunan proyek PLTU Riau-1 baik antara PLN dengan subsidair atau perusahaan yang masih terkait PLN atau pun perusahaan-perusahaan lain termasuk perusahaan yang sahamnya sebagian dimiliki oleh tersangka yang sudah kami tetapkan kemarin. Ini perlu kami dalami lebih jauh sebenarnya bagaimana proses awal sampai dengan kemarin ketika tangkap tangan dilakukan," kata Febri.
KPK menduga suap senilai Rp4,8 miliar yang diterima Eni secara bertahap dari Johanes kental kaitannya dengan pemulusan proyek dengan nilai investasi 900 juta dollar Amerika Serikat ini.
Salah satunya soal proses penunjukan langsung konsorsium PT Samantaka Batubara dan China Huadian Engineering menjadi penggarap proyek yang merupakan bagian dari program 35.000 MW tersebut.
Dengan kepemilikan saham 51 persen, PT PJB mengklaim dapat menunjuk langsung mitra kerja untuk menggarap proyek ini.
"Sejauh mana suap yang kami duga diterima oleh EMS sekitar Rp4,8 miliar tersebut itu memang secara signifikan bisa memuluskan proses yang terjadi. Itu yang menjadi konsen KPK saat ini," kata Febri.
Status Dirut PLN Sofyan Basir
Sebelum menggeledah kantor pusat PLN dan ruang kerja Eni Saragih, tim penyidik lebih dulu mengacak-acak lima lokasi pada Minggu 15 Juli 2018. Lokasi itu di antaranya rumah Dirut PT PLN, Sofyan Basir, rumah Eni, kediaman dan apartemen serta kantor Johanes.
Dikatakan Febri, berbagai dokumen dan barang bukti yang disita tim penyidik dari penggeledahan itu bakal didalami. Nantinya, tim penyidik bakal mengklarifikasi mengenai berbagai dokumen dan barang bukti tersebut dengan memeriksa para saksi, termasuk Sofyan Basir.
Namun, Febri mengaku belum mengetahui secara pasti kapan pemeriksaan Sofyan Basir dilakukan. Febri juga belum menjelaskan lebih rinci apakah Sofyan Basir telah dicegah bepergian ke luar negeri atau belum mengenai kasus ini.
"Yang jelas ada saksi yang kami rencanakan diperiksa minggu ini atau paling cepat minggu depan. Semoga tidak ada perubahan," kata Febri. (ren)