Mendikbud Janji Mulai 2019 Penerimaan Murid Baru Tak Lagi Karut-marut
- VIVA/Lucky Aditya
VIVA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy berjanji segera membereskan karut-marut seputar penerimaan siswa baru, seperti yang terjadi tahun 2018 dan tahun-tahun sebelumnya.
Kunci utama pembenahan sistem penerimaan siswa baru itu, menurut Muhadjir, ialah penerapan aturan zonasi. Dengan aturan itu, semua urusan sekolah--meliputi penerimaan siswa baru, penataan guru, bantuan sarana prasarana sekolah, peningkatan kapasitas pendidikan dan belajar di masing-masing sekolah--berbasis zonasi.
Sistem zonasi ialah inovasi penataan sistem pendidikan dasar yang kali pertama diterapkan pada penerimaan siswa baru tahun 2017. Berdasarkan sistem itu, siswa harus bersekolah di sekolah yang berdekatan atau satu kawasan dengan tempat tinggalnya sesuai alamat di Kartu Keluarga.
Konsekuensi aturan baru itu pula, calon siswa tidak dapat mendaftar ke sekolah yang jaraknya jauh tapi berstatus favorit atau unggulan. Juga tak ada lagi siswa tergolong pintar atau berprestasi terkumpul di satu sekolah, yang selama ini disebut sekolah favorit.
Menteri Muhadjir ingin memperbaiki karut-marut penerimaan siswa baru yang selalu terjadi tiap tahun berdasarkan sistem zonasi itu. Maka setiap permasalahan atau urusan sekolah diatur berdasarkan zona masing-masing.
"Kita akan usahakanlah tahun depan tidak ada hiruk-pikuk lagi," kata Muhadjir dalam kunjungan kerja di Malang pada Senin, 16 Juli 2018.
Dia meyakini sistem itu mampu membenahi keruwetan sistem pendidikan dasar, terutama seputar penerimaan siswa baru atau Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Dia berkaca pada proses bertahap pembenahan sistem Ujian Nasional, yang sebelumnya selalu gaduh tiap tahun namun kini mulai beres.
"Seperti Ujian Nasional, dulu kan juga selalu ada semacam ritual tahunan, setiap Ujian Nasional pasti ribut. Alhamdulillah sekarang kita bisa mengatasi. Sekarang tinggal kita mengatasi hiruk-pikuk tahun ajaran baru. Menjadi yang lebih smooth (lancar; tanpa kegaduhan), tidak menimbulkan masalah," kata Mendikbud.
Wajib Belajar
Sistem zonasi, katanya, juga akan dijadikan landasan program wajib belajar 12 tahun. Sebab sistem itu dianggap mampu melihat potensi siswa dan kapasitas sekolah dalam proses belajar-mengajar.
"Kita harapkan ke depan zonasi ini jadi landasan untuk program wajib belajar dua belas tahun. Karena dengan zonasi ini kita bisa memotret jumlah populasi siswa yang potensi menjadi siswa berprestasi, kemudian kita juga memiki data yang akurat tentang kapasitas sekolah," ujar Muhadjir.
Sistem zonasi diharapkan memudahkan calon orangtua siswa untuk memilih sekolah terdekat jauh-jauh hari sebelum masa pendaftaran. Maka potensi penumpukan pendaftaran sekolah dapat dikurangi
Mulai tahun 2019, bersamaan dengan sistem zonasi itu, pendaftaran siswa baru tak lagi ramai-ramai menjelang tahun ajaran baru, karena bisa dimulai jauh-jauh hari. "Misal, tahun ini kita bisa membuat proyeksi biasanya di sebuah zona berapa yang masuk SMP, yaitu berbasis pada anak kelas enam yang sekarang," lanjut Muhadjir. (ren)