Ketua DPC PDIP Lhokseumawe Jadi Buronan
VIVA – Kejaksaan Negeri Lhokseumawe menetapkan Ketua DPC PDI Perjuangan Lhokseumawe, Aceh, Husaini Setiawan, sebagai buronan dalam daftar pencarian orang atau DPO.
Hal itu diketahui dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 434/PID.SUS/2013 tanggal 25 Januari 2016. Husaini, menurut Kejaksaan Lhoksemawe, melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Republik Indonesia nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Husaini diduga melakukan tindak pidana korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) Dinas Kesehatan Lhokseumawe tahun 2011. Pihak Kejari Lhokseumawe sudah beberapa kali memanggil Husaini, namun panggilan itu tidak dipenuhi.
"Dalam hal ini kami anggap Husaini melarikan diri dan ditetapkan sebagai DPO," kata Kepala Seksie Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Lhokseumawe, Feri Ihsan saat dikonfirmasi, Minggu, 8 Juli 2018.
Pada akhir Juni 2018, kejaksaan telah menerima salinan surat putusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan kasasi terdakwa Husaini Setiawan. Sehingga terdakwa Husaini kini sudah berstatus terpidana. Dan penetapan itu sesuai surat putusan Kasasi nomor 342 K/Pidsus/2015.
Menanggapi hal tersebut, Husaini mengaku terkejut ketika mendengar putusan Mahkamah Agung yang menetapkan dirinya sebagai DPO. Padahal, dia mengklaim sudah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Banda Aceh tidak melakukan perbuatan yang merugikan negara dan dinyatakan bebas.
"Ini penzaliman bagi saya, ini kasus alkes tahun 2011, kemudian tahun 2014 saya dibebaskan murni karena tidak terbukti, kenapa tiba-tiba sekarang ini saya jadi DPO? Ini kan aneh dan semacam ada permainan," kata Husaini yang merupakan Direktur PT Kana Farma Indonesia, selaku rekanan proyek pengadaan alkes itu.
Ia mempertanyakan dasar penetapannya masuk dalam DPO. Menurutnya, dia sudah terbukti tidak merugikan negara. Bahkan, Husaini yang juga timses Jokowi di Aceh mengaku sangat dirugikan akibat kasus tersebut.
Lantaran perusahaannya di-blacklist, sehinga setiap tahun ia dirugikan mencapai miliaran rupiah. Belum lagi harus merogoh uang saat proses persidangan beberapa tahun lalu dan membayar denda serta membayar barang yang hilang.
Sebelumnya, Kejari Lhokseumawe sudah mengeksekusi mantan Kepala Dinas Kesehatan Lhokseumawe, Sarjani Yunus, dan mantan Kuasa Bendahara Umum Daerah (BUD) di Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Lhokseumawe, Helma Faidar. Keduanya dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan pada 1 Agustus 2017.
Dalam perkara korupsi pengadaan alkes senilai Rp4,8 miliar di bawah Dinkes Lhokseumawe tahun 2011 itu, turut merugikan negara Rp3,5 miliar. (ase)