Eks Napi Korupsi Caleg Nasdem: KPU Perlu Belajar Lagi Bidang Hukum
- ANTARA FOTO/Agus Bebeng
VIVA – Mantan bupati Sumedang, Ade Irawan, mengecam Komisi Pemilihan Umum atau KPU yang menerbitkan peraturan melarang bekas narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif.
Dia, bahkan meragukan kapasitas keilmuan para komisioner KPU yang merumuskan peraturan itu.
"Saya justru meragukan cara pandang oknum-oknum komisioner KPU terhadap aturan ini. Mereka perlu belajar lagi di bidang hukum; harus membaca lagi mengenai perundang-undangan yang berlaku," kata Ade di Bandung, Jawa Barat, pada Selasa, 3 Juli 2018.
Ade ialah mantan terpidana kasus korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) DPRD Kota Cimahi tahun anggaran 2011. Nilai kerugian negara akibat korupsi itu Rp5 miliar. Ade divonis hukuman satu tahun penjara dan bebas pada 25 Agustus 2016.
Dia bersiap mencalonkan sebagai anggoat DPR RI pada pemilu tahun 2019. Dia sudah merampungkan berkas pendaftarannya sebagai bakal caleg untuk anggota DPR RI, dengan daerah pemilihan Bandung dan Cimahi melalui Partai Nasdem.
Ade menilai, keputusan KPU tidak adil, karena menyamaratakan status hukum mantan narapidana dari keputusan hakim pengadilan. Seharusnya, jika vonis hakim memberikan hukuman satu tahun dan tidak mencabut hak politiknya untuk dipilih dan memilih, KPU tetap harus memberikan kesempatan.
"Dikatakan, dia dihukum satu tahun tidak dicabut hak politiknya, kemudian yang lain dihukum 20 tahun, masa disamakan? Ya, enggak adil. Ini kacau, masa orang yang dihukum satu tahun disamakan dengan yang 20 tahun," katanya.
Dia memperkirakan pelarangan itu berawal dari putusan pengadilan Tindak Pidana Korupis. Karena itu, pelarangan oleh KPU ini dipastikan memicu protes pihak-pihak yang dirugikan.
"Seseorang yang tidak boleh dipilih, tidak punya hak memilih, alias dicabut hak politiknya itu ada, karena putusan pengadilan, dan itu sah-sah saja. Jadi, sekarang saya tidak tahu, dasar oknum-oknum KPU melarang itu," katanya.
Larangan untuk mantan napi
KPU menetapkan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten atau Kota pada 30 Juni 2018.
Peraturan itu sebelumnya menuai kontroversi. Khususnya dalam pasal 7 Ayat 1 huruf h yang memuat larangan bagi mantan narapidana (napi) kasus korupsi untuk mendaftaran diri sebagai caleg di pemilu 2019.
Meski pasal 7 ayat 1 huruf h itu tak hanya melarang eks koruptor jadi caleg, melainkan termasuk bekas terpidana bandar narkoba dan kejahatan seksual anak, nyatanya frasa larangan bagi eks koruptor itu yang paling disorot dan diprotes.
Namun, PKPU Nomor 20 Tahun 2018 sudah disahkan. Dengan demikian, ketentuan larangan bagi eks koruptor mulai diterapkan KPU dan mengikat sebagai syarat caleg di semua tingkatan wilayah dalam pemilu 2019.
KPU juga telah mempersiapkan pelaksanaan tahapan pengajuan bakal calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019. Pendaftaran bagi bakal caleg dimulai pada 4 Juli hingga 17 Juli 2018.