Ricuh Pemutaran Film OPM, Polisi Mediasi Mahasiswa Papua dan Warga
- VIVA.co.id/Lucky Aditya
VIVA – Usai ricuh pemutaran film Papua Merdeka, Polres Malang Kota melakukan mediasi antara warga Jalan MT Haryono, Dinoyo, Kota Malang, Jawa Timur, dengan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Aula Rupatama, Polres Malang Kota, pada Senin, 2 Juli 2018.
Tiga tokoh pimpinan daerah Kota Malang turut hadir dalam mediasi antara warga dan mahasiswa. Mereka adalah Kapolres Malang Kota Ajun Komisaris Besar Polisi Asfuri bersama Pelaksana Tugas Wali Kota Malang Sutiaji dan Komandan Kodim 0833 Kota Malang, Letkol Infanteri Nurul Yakin.
"Masyarakat Malang ini selalu guyub. Saya pesan ke adik-adik mahasiswa silakan belajar menuntut ilmu dengan baik setelah itu bisa membangun Papua. Karena masyarakat bagaimana pun juga sebisa mungkin menjaga keutuhan NKRI," kata Asfuri.
Asfuri membantah keterlibatan aparat keamanan dalam pembubaran diskusi dan pemutaran film Papua Merdeka yang dilakukan mahasiswa Papua di sebuah rumah kontrakan di Jalan MT Haryono Gang 8 C RT 3 RW 4, Dinoyo.
"Dari polisi tidak ada yang ikut membubarkan. Warga itu mengetahui dari media sosial dan memberitahu agar tidak melakukan hal itu (pemutaran film). Jadi bukan pengusiran, tapi penolakan warga terkait kegiatan yang dilakukan mahasiswa kemarin malam," tutur Asfuri.
Asfuri mengimbau para mahasiswa untuk lebih fokus menutut ilmu di Kota Malang. Pihaknya pun mengaku akan terus memantau kegiatan mahasiswa dan warga usai kericuhan yang terjadi pada Minggu malam itu.
Sedangkan perwakilan AMP Yohanes Giyai mengaku pembubaran yang dilakukan saat diskusi pemutaran film Papua Merdeka bukan dilakukan oleh warga sekitar. Melainkan dilakukan oleh oknum preman dan pihak keamanan.
"Kita tunggu LBH dari Surabaya. Kita ada video kekerasan yang dilakukan ormas dan preman. Sementara polisi dan tentara ada, tapi membiarkan. Kami minta intelijen maupun militer berhenti mengintimidasi kami," ujar Yohanes.
Komandan Kodim 0833 Nurul Yakin membantah ada keterlibatan militer dalam pembubaran diskusi dan pemutaran film Papua Merdeka. Menurutnya, anggota militer yang ada di lokasi merupakan Bintara Pembina Desa (Babinsa) yang bertugas di wilayah tersebut.
"Ada yang perlu diluruskan terkait keterlibatan militer di sana. Bahkan mahasiswa ada yang bilang Dandim di sana padahal saya tidak ada di sana. Untuk mahasiswa kita memang hidup di negara demokrasi tapi bukan berarti tanpa aturan, semua diatur oleh undang-undang," kata Nurul Yakin.
Pengusiran yang dilakukan warga berujung bentrok antara mahasiswa dan warga setempat. Selain dianggap selalu berbuat onar, mahasiswa Papua dianggap tidak pro NKRI karena melakukan diskusi dan pemutaran film Papua Merdeka.
"Kita ingin memberi tahu imbauan kepada teman-teman mahasiswa Papua sifatnya diskusi agar pemutaran film dibatalkan. Bukan mengusir mahasiswa, kita tidak bisa membiarkan pemutaran film Papua merdeka, semuanya harus NKRI harga mati," ujar Ketua RT 03 Dinoyo Didit Widianto.