Daya Saing di Angka Buntut, RI Kejar Jumlah Publikasi Ilmiah Singapura
- ANTARA FOTO/Ampelsa
VIVA – Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Prof. Mohamad Nasir mengatakan, inovasi merupakan kunci pendorong dalam meningkatkan daya saing ekonomi bangsa.
“Negara besar dan punya jumlah sumber daya besar tidak akan menang jika tidak memiliki inovasi," kata Nasir di kampus UGM, Yogyakarta, Senin 2 Juli 2018.
Nasir mengatakan indeks daya saing Indonesia masih rendah. Menurut Global Competiveness Index (CGI) 2017 berada di peringkat 36 dari 137 negara.
“Singapura di urutan 3, Malaysia nomor 23 . Sementara Indonesia posisi 32 ini mengerikan,” ucapnya.
Rendahnya daya saing bangsa kata dia, salah satu penyebabnya berasal dari dunia pendidikan tinggi. Kualitas lulusan dan kompetensi yang dihasilkan lebih rendah dibanding lulusan kampus di negara-negara tetangga.
Selain itu, dalam bidang publikasi ilmiah juga masih rendah. Hingga tahun 2014 jumlah publikasi ilmiah Indonesia baru diangka 4.000 sedangkan Singapura mencapai 19.000 publikasi dan Malayasia sebanyak 28.000 publikasi.
“Dengan perbaikan sistem, pada tahun 2017 jumlah publikasi Indonesia mencapai 18.500 ini di atas Thailand dengan 16.800 publikasi dan pada 2018 ini sudah berhasil melampaui Singapura,” kata dia lagi.
Saat ini jumlah publikasi karya ilmiah di jurnal internasional tertinggi masih ditempati Malaysia. Oleh karena itu Nasir menargetkan pada 2019 mendatang Indonesia bisa menjadi pemimpin di ASEAN dalam hal publikasi ilmiah. Impian ini disebut tidak main-main karena pihaknya telah menyiapkan sejumlah langkah untuk mewujudkan hal tersebut.
“Mudah-mudahan di 2019 Indonesia bisa menjadi leader di Asia Tenggara,” harapnya soal publikasi ilmiah itu.
Langkah-langkah yang ditempuh antara lain dengan meningkatkan anggaran bidang riset agar bisa mendorong lahirnya publikasi yang semakin berkualitas.
“Ini diperuntukkan untuk semua kampus dan PTN BH kita prioritaskan,” kata Nasir.