Riwayat Singkat Dua Pasang Cagub dan Cawagub Bali
- ANTARA/M Risyal Hidayat
VIVA – Masyarakat Bali memilih calon pemimpin mereka secara serentak tepat pada 27 Juni 2018. Warga di Pulau Dewata itu untuk kali ketiga calon pemimpin mereka setelah mengikuti pilkada pada 2008 dan 2013.
Pemilihan gubernur dan wakil gubernur Bali tahun 2018 diikuti hanya dua pasang calon. Mereka, antara lain Wayan Koster-Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati dan Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra-I Ketut Sudikerta.
Pasangan Wayan Koster-Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati didukung lima partai politik, antara lain PDIP, Partai Hanura, PKB, PAN, dan PKPI. Sedangkan Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra-I Ketut Sudikerta dicalonkan oleh Partai Golkar, Partai Nasdem, Partai Demokrat, Partai Gerindra, PKS, dan PBB.
Wayan Koster
Semua kandidat adalah putra asli daerah dan pada dasarnya merupakan tokoh yang sudah malang- melintang di dunia politik dan pemerintahan di Bali. Namun hanya Wayan Koster-lah yang tergolong pendatang baru karena dia tiga periode menjabat anggota DPR, yaitu periode 2004-2009, 2009-2014,
dan 2014-2019.
Koster tak pernah pindah tugas komisi selama di DPR, yaitu di Komisi X (bidang pendidikan, olahraga, pariwisata, dan ekonomi kreatif), hingga digeser ke Komisi V (bidang pekerjaan umum, transportasi, dan pembangunan desa).
Alumnus Institut Teknologi Bandung sekaligus kader PDIP itu sedikitnya empat kali berurusan dengan KPK dalam posisinya sebagai anggota DPR. Pertama, pada tahun 2011, saat dia diperiksa KPK kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan di lima universitas, termasuk Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Kedua, tahun 2013, dia diperiksa KPK atas kasus suap pembangunan lanjutan venue PON XVIII Riau.
Pemeriksaan ketiga pada 2014. Kasusnya berbeda lagi. Dia diperiksa KPK atas dugaan
keterlibatannya dengan kasus dugaan korupsi pengadaan Wisma Atlet Hambalang serta pengadaan laboratorium/rumah sakit di beberapa universitas di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pada tahun yang sama, Koster diperiksa lagi oleh KPK. Kali ini pemeriksaannya sebagai saksi bagi tersangka Muchtar Ependy. Muchtar disangka menghalangi dan merintangi persidangan serta memberikan keterangan tidak benar dalam kasus suap Akil Mochtar, mantan ketua Mahkamah Konstitusi.
Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati
Tjokorda alias Cok Ace, sebelum mendampingi Koster, menjabat bupati Gianyar selama dua periode, yaitu 2003-2008 dan 2008-2013. Dia adalah anak sulung Ida Tjokorda Gede Sukawati, raja Ubud yang bertakhta saat itu.
Selain berpengalaman di bidang politik dan pemerintahan, Cok Ace dikenal juga sebagai seorang akademisi. Dia menempuh S-1 Jurusan Arsitektur dan S-2 Jurusan Kajian Budaya pada Universitas Udayana. Studi doktoralnya pun sama dengan magisternya, yaitu Kajian Budaya, pada Universitas Udayana. Dia juga menjadi dosen pada perguruan tinggi negeri di Bali itu.
Cok Ace juga aktif di organisasi pariwisata dan pernah menjadi Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Gianyar serta Ketua Badan Kepariwisataan Kabupaten Gianyar.
Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra
Pria kelahiran 30 April 1967 itu mengawali karier politik dan pemerintahan sebagai wali kota Denpasar pada 2005-2008. Dia kemudian naik menjadi wali kota setelah pejabat sebelumnya, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, terpilih sebagai wakil gubernur Bali pada 2008.
Masa jabatannya sebagai wali kota berakhir pada 2010. Lalu dia ikut dalam Pemilihan Wali Kota Denpasar pada 2010 dan terpilih sebagai wali kota untuk periode 2010-2015. Pada 2015, dia mencalonkan lagi untuk periode kedua, dan dipercaya memimpin kota Denpasar pada 2016-2021.
I Ketut Sudikerta
Sudikerta memulai karier politik dan pemerintahannya sebagai wakil bupati Badung periode 2005-2010 lalu terpilih lagi untuk periode 2010-2015. Pada tahun 2013, dia mendampingi I Made Mangku Pastika sebagai calon wakil gubernur Bali. Dia bersama Pastika terpilih untuk periode 2013-2018.
Pencapaian Sudikerta tak dilalui dengan mudah. Dia bahkan pernah menjadi kernet bemo (angkutan kota) jurusan Kreneng-Sanur di Bali dan bekerja paruh waktu di perusahaan biro perjalanan. Semua itu dia lakoni untuk membiayai pendidikan sejak SMA sampai selesai kuliah S-1 pada Universitas Warmadewa.
Masa-masa yang dilalui Sudikerta selanjutnya adalah sebagai pengusaha kemudian bergabung dengan Partai Golkar. Dari Partai Golkar itulah dia merintis jalan untuk menapaki karier politiknya, menjadiwakil bupati Badung, menjabat Ketua Golkar Bali, dan sebagai Wakil Gubernur Bali.