Istana Tepis Tudingan Pengangkatan Iriawan Langgar UU
- ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
VIVA – Pelantikan Penjabat Gubernur Jawa Barat, Komjen Polisi M.Iriawan oleh Mendagri pada Senin kemarin, menuai pro dan kontra. Keputusan Presiden Joko Widodo yang memilih perwira polisi aktif itu dianggap sebagian kalangan menabrak undang undang.
Namun pihak Istana justru menilai sebaliknya. Penunjukan Iriawan dianggap telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal itu disampaikan Juru Bicara Pemerintah dan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin, dalam keterangan persnya, Selasa 19 Juni 2018.
Ngabalin menyebutkan, berdasarkan Pasal 201 ayat (10) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, diatur dan disebutkan "Untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan".
Lanjut dia, berdasarkan penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf b UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN (Aparatur Sipil Negara), juga disebutkan, "Jabatan pimpinan tinggi madya meliputi Sekjen dan Sekretaris Kementerian, Sestama, Sekjen Kesekretariatan Lembaga Negara, Sekjen LNS, Dirjen, Deputi, Irjen, Inspektur Utama, Kepala Badan, Staf Ahli Menteri, Kasetpres, Kasetwapres, Sesmilpres, Seswantimpres, Sekda Provinsi dan jabatan lain yang setara".
Sementara pada Pasal 148 PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, lanjut Ngabalin, juga diterakan, "Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit TNI dan anggota Polri yang berada di instansi pusat dan sesuai dengan UU tentang TNI dan UU tentang Polri".
"Berpedoman pada ketentuan tersebut di atas, dapat disimpulkan, pada prinsipnya yang dapat diangkat sebagai penjabat gubernur adalah pejabat pimpinan tinggi madya. Saat ini ada jabatan pimpinan tinggi madya tertentu di instansi pusat tertentu yang diduduki prajurit TNI atau anggota Polri," lanjut Ngabalin.
Maka menurut dia, prajurit TNI atau Polri yang sedang menduduki jabatan pimpinan tinggi madya pada institusi tertentu memang bisa diangkat sebagai penjabat gubernur. Dia mencontohkan pada tahun 2016, diangkat Irjen Polisi Carlo Brix Tewu.
Saat itu, ia sedang menduduki jabatan pimpinan tinggi madya (Staf Ahli Menkopolhukam) sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Barat berdasarkan Keppres Nomor 143/P Tahun 2016.
"Sejak Maret 2018, Komjen Iriawan telah menjabat sebagai Sekretaris Utama Lemhanas maka secara administrasi kepegawaian penunjukan Komjen Iriawan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan terkait," kata dia.
Atas dasar itu, lanjutnya, tidak ada yang salah dari keputusan Presiden Jokowi untuk menunjuk Iriawan yang merupakan anggota Polri aktif untuk mengisi kekosongan posisi Penjabat Gubernur Jawa Barat.
"Jadi Komjen Iriawan diangkat jadi Plt Gubernur Jabar karena jabatan pimpinan tinggi madya yang diembannya sebagai Sestama Lemhanas bukan karena yang bersangkutan adalah perwira tinggi Polri," katanya.