Cerita Imam Besar Masjid Istiqlal Tolak Undangan Israel
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Imam Besar Masjid Istiqlal, KH Nasaruddin Umar, memberikan tanggapan terkait kunjungan Dewan Pertimbangan Presiden atau Watimpres, KH Yahya Cholil Staquf ke Israel. Menurut dia, Staquf sebagai tokoh maupun pengurus PBNU sudah sebaiknya berhati-hati menjalin komunikasi dengan Israel.
Dia menjelaskan, hal itu disebabkan karena sebagai tokoh suatu organisasi, atribut-atribut sosial tersebut akan tetap melekat pada diri Staquf, sehingga meski Staquf melakukan kunjungan atas nama dirinya sendiri sekalipun, pandangan masyarakat terhadap Staquf yang dianggap tokoh PBNU akan tetap melekat.
"Ya atribut sosial itu jangan dihilangkan ya. Nanti kita ditanggapi masyarakat kita, kan nanti kecewa ada seseorang yang berdoa setiap malam, tapi ada juga yang datang menjalin komunikasi seperti itu. Walaupun tujuannya bagus, tapi masyarakat itu kan nanti susah diberi penjelasan," kata Nasaruddin saat ditemui di Gedung Kementerian Agama, Kamis malam, 14 Juni 2018.
Mantan Wakil Menteri Agama itu bercerita sering menerima undangan dari pemerintah Israel untuk melakukan kunjungan. Namun, karena keteguhan hatinya untuk menjaga perasaan umat Islam, di samping prinsipnya sendiri, dIa mengurungkan niat untuk memenuhi undangan tersebut.
"Satu langkah pun saya enggak mau, padahal perbatasannya depan saya kan. Saya pikir-pikir, kalau saya sih enggak ada yang tahu kalau saya masuk ke situ, tapi saya tidak ingin mengkhianati diri saya sendiri. Kalau saya ke sana berarti kasihan saudara-saudara di Indonesia yang berdoa. Saya mengatakan masa saya harus melangkahkan kaki ke situ," ungkapnya.
Meski begitu, Nasaruddin menilai, ada sisi positif yang harus dilihat dari kunjungan Staquf ke Israel untuk memenuhi undangan sebagai pembicara di konferensi forum global American Jewish Committee. Di mana Staquf menyatakan bahwa kehadirannya di sana untuk memperjuangkan kemerdekaan rakyat Palestina.
"Dari pada kita teriak-teriak di jalan, di sini, di kedutaan Amerika atau di mana-mana enggak ada yang dengar, nah kalau kita teriak di depan telinganya presiden, perdana menterinya di situ kan ya, kan ada ayatnya kan laa tad khulu min baabin wahid, jangan masuk dalam satu-satunya pintu tapi masuklah pada pintu-pintu yang berbeda-bedakan," ujarnya.
Tapi, Nasaruddin kembali menegaskan, Ia sendiri tidak akan mau untuk menginjakkan kakinya ke tanah Israel meskipun mendapat undangan secara langsung dari pemerintahan negara Yahudi tersebut.
"Jadi, kita kan berhak berbeda pendapat yah. Kalau saya sendiri diundang saya belum pernah masuk," tegasnya.
Sebelumnya, anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang juga Katib Aam Syuriah PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, hadir sebagai pembicara dalam konferensi Komite Yahudi Amerika atau American Jewish Committee/AJC Global Forum di Yerusalem pada 10 Juni 2018 lalu.
Kehadirannya di acara tahunan komunitas Yahudi Amerika tersebut, dalam kapasitasnya sebagai perwakilan dari Nahdlatul Ulama, salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia. Ia berbicara di depan 2.400 orang, dipandu moderator Rabi David Rosen, yang merupakan International Director of Interreligious Affairs AJC Global Forum.