Mengenal Komunitas Yahudi di Indonesia
- bbc
Ayah Eli yang berasal dari Yerusalem bermigrasi ke Hindia Belanda pada 1920 untuk menemani kakaknya yang menikah dengan seorang Yahudi di Surabaya. Namun kehidupan mewah itu terhenti setelah meletusnya Perang Pasifik. Ketika itu banyak orang Yahudi di Surabaya dipenjara dan dijebloskan ke kamp oleh tentara Jepang.
Setelah Jepang kalah dari pasukan sekutu di akhir Perang Dunia II, para tahanan termasuk orang-orang Yahudi di Indonesia dibebaskan.
Pasukan sekutu juga mengembalikan properti dan bisnis komunitas Yahudi di Surabaya, meski begitu banyak dari mereka pindah ke negara lain diantaranya Australia. Dalam kondisi hamil, Ibu Eli kembali ke Yerusalem dan melahirkan Eli pada 1946. Ketika berusia tiga tahun dan situasi telah kembali aman, Eli dan ibunya kembali ke Surabaya.
Di masa kecil di Surabaya, Eli mengatakan seringkali merayakan pesakh dan Rosh Hashana dengan makan malam di kediaman Charlie Mussry yang merupakan pemimpin komunitas Yahudi Irak di Surabaya. Di kediaman Mussry pula seringkali digelar acara perkawinan Yahudi.
Pada 1949, komunitas Yahudi membeli sebuah rumah di Jalan Kayun, yang diubah menjadi sinagoga satu-satunya di Indonesia.
"Sinagoga kami merupakan pusat dari kehidupan sehari-hari orang Yahudi- anak-anak dan orang dewasa belajar Torah, menjalankan ibadah Sabat, berkumpul di sebuah Sukkah, dan bersenang-senang dalam pesta kostum Purim," kata Eli dalam .
Sentimen Anti Yahudi
Namun, menurut Eli kehidupan komunitas Yahudi di Surabaya kembali berubah sejak Israel menguasai Semenanjung Sinai 1956.
Ayah Eli terpaksa menutup tokonya karena khawatir adanya perusakan dan untuk keamanan dirinya. Dalam catatan Eli dan Florence, situasi memburuk ketika Presiden Soekarno mengobarkan semangat nasionalisme dan membuat warga Eropa banyak meninggalkan Indonesia.
Dua tahun kemudian, ketika berusia 12 tahun, Eli dan keluarga Dwek pun meninggalkan Indonesia untuk pindah ke Israel. Sementara Florence Judah dan keluarganya pindah ke AS. Setelah dewasa Eli Dwek bertemu Florence Judah di Israel dan menikah di Los Angeles AS.
Konflik Israel-Palestina dianggap menjadi salah satu yang menumbuhkan sentimen anti Yahudi di Indonesia. Pada 2009, Sinagoga Beith Shalom di Surabaya sempat menjadi sasaran protes dari kelompok garis keras menyusul perang di Gaza pada 2008-2009 lalu.
Dalam survei nasional `Tren Toleransi Sosial-Keagamaan di Kalangan Perempuan Muslimin Indonesia, yang dilakukan Wahid Institute pada 2017, Yahudi berada di urutan ketiga sebagai kelompok yang paling tidak disukai, setelah komunis dan LBGT.
Meski begitu saat Abdurahman Wahid alias Gus Dur menjabat sebagai presiden keempat, situasi politik dan sosial lebih terbuka. Keturunan Yahudi pun mulai terbuka mengenai jati dirinya.
"Di zaman itu banyak keturunan Yahudi mulai keluar `dari persembunyiannya` salah satunya David Abraham pengacara keturunan Yahudi Irak, mulai bicara ke publik bahwa saya Yahudi," jelas Elisheva.
Setelah kembali ke Yudaisme, Elisheva selalu terbuka pada setiap orang mengenai identitasnya, dan dia mengaku tidak pernah mendapatkan pandangan negatif dari orang-orang di Indonesia ketika menyebut dirinya seorang Yahudi.