Kisah Toleransi Suku Tengger di Kaki Gunung Bromo
- bbc
Berbaur menggelar upacara Unan-unan
Malam hari usai umat Islam menjalankan salat tarawih, seluruh tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat berkumpul di rumah Mujianto.
Mereka duduk meriung di depan sebuah meja berisi aneka makanan dan kudapan. Ini adalah upacara , artinya melengkapi aneka kebutuhan upacara Unan-unan. Dukun muda Senetran memimpin doa, dia merapal mantra berbahasa Tengger.
"Berdoa berharap agar diberi keselamatan sampai selesai hajatan," kata Senetran. Usai mepek, mereka makan bersama aneka makanan yang dihidangkan. Sementara istri mereka tengah berkutat di dapur memasak daging kerbau, makanan dan kudapan untuk upacara Unan-unan. Termasuk menyiapkan aneka sesaji untuk upacara.
Kerbau sebagai kurban, katanya, karena orang Tengger mempercayai kerbau merupakan hewan yang pertama muncul di Bumi. Masyarakat Tengger bergotong-royong menyiapkan upacara sakral ini. Mereka mengesampingkan perbedaan agama, adat menjadi pemersatu dan menjaga kerukunan antaragama Semua antusias, katanya, termasuk umat Islam yang tengah berpuasa.
"Adat terjaga karena kekuatan masyarakat yang mencintai adat. Masih berpegang teguh adat istiadat. Tak peduli siapapun kepala desa dan dukunnya.
Unan-unan dilangsungkan untuk menetralisir energi negatif di bumi. Lantaran menurut penanggalan Tengger, setiap dua bulan ada satu hari yang hilang. Sehingga selama lima tahun genap 30 hari atau sebulan yang hilang. Unan-unan berasal dari bahasa Tengger, yaitu yang artinya menarik atau melengkapi bulan yang hilang agar kembali utuh.