Kisah Toleransi Suku Tengger di Kaki Gunung Bromo
- bbc
Jumlah umat Hindu di Ngadas sebanyak 144 jiwa atau sekitar 10 persen dari populasi penduduk sebanyak 2013. Sedangkan 50 persen umat Buddha dan 40 persen beragama Islam. Umat hindu duduk bersimpuh di depan pura, mereka khusuk beribadah hari raya galungan. Ritual persembahyangan dipimpin pemuka agama Hindu setempat.
Sementara tidak jauh dari Pura, umat Buddha Jawa Sanyata tengah menyiapkan sembahyang Reboan setiap hari Rabu di Vihara setempat. Sedangkan umat Islam tengah beribadah puasa dan salat dzuhur di musala dan masjid setempat.
"Toleransi sudah mendarah daging, alami. Mengikuti pesan leluhur, orang tua secara turun temurun. Pesan orang tua lebih tinggi nilainya dibandingkan guru spiritual," kata Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Ngasa, Timbul Oerip. Pesan leluhur melekat, dijaga dan diamalkan sampai sekarang.
"Hari ini istimewa," kata Timbul, lantaran ketiga umat Hindu merayakan Galungan, Buddha merayakan Waisak dan umat Islam tengah beribadah puasa. "Galungan, Waisak dan puasa berurutan. Dilanjutkan semua umat mengikuti upacara Unan-unan untuk memuja Tuhan meminta keselamatan."
Ketiga umat, lanjutnya, juga bergotong-royong membantu proses pembangunan masing-masing tempat ibadah. Vihara dibangun 1985, disusul Pura pada 1986 dan masjid dibangun 1987. Semua umat berbaur, bersama-sama membantu pembangunan sarana ibadah tersebut. Mereka mengikuti pesan orang tua untuk menjaga hubungan lintas iman dan hidup rukun.
Sedangkan upacara adat sekaligus menjadi perekat ketiga agama. Upacara tersebut meliputi Karo, Unan-unan, Barikan, dan Yadnya Kasada.
Adat Jadi Perekat