Aturan Tambahan dalam UU Antiterorisme yang Baru
- ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
VIVA – Ketua Pansus Revisi Undang Undang Antiterorisme, yang kini sudah disahkan menjadi UU, Muhammad Syafii, mengatakan, UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang baru mengatur pasal-pasal yang tidak diatur dalam undang-undang sebelumnya. UU yang baru dipastikan akan mempersempit ruang gerak pelaku terorisme.
Ia menyebutkan, mereka yang bisa dijerat sebagai pelaku terorisme adalah aktor intelektual, pelaku ujaran kebencian, mengikuti pelatihan militer atau para militer, merekrut orang, ikut menjual atau memasok bahan peledak tanpa izin, dan mengeluarkan barang peledak ke negara lain.
"Banyak pasal baru yang bisa mempersempit gerak teroris yang beraksi. Tapi perlu dicatat, di UU ini ada perlindungan HAM (hak asasi manusia)," kata Syafii.
Ia menjelaskan, dalam UU yang belum direvisi, tak diatur soal perlindungan HAM. Tapi kini, tersangka teroris tak boleh diperlakukan secara kejam. Tersangka tetap harus diperlakukan secara manusiawi dan tak boleh dihina harkat dan martabatnya.
"Berhak didampingi pengacara dan dapat ditemui keluarga kecuali dalam skala tingkat kejahatan tertentu," kata Syafii.
Ia menambahkan, ada juga pasal yang dapat menjerat aparat yang melakukan abuse of power. Misalnya, tidak memperlakukan tersangka dengan manusiawi, maka aparat dikenakan pemberatan hukuman seperti diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Ada perimbangan, persempit ruang gerak tapi makin kawal agar penghormatan HAM dijunjung tinggi," kata Syafii.
Pada hari ini, Jumat 25 Mei 2018, Rapat Paripurna DPR RI akhirnya mengesahkan revisi Undang Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi undang-undang.
Sebelum disahkan, Syafii lebih dulu menyampaikan laporannya kepada Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto yang juga sebagai ketua sidang.
Disampaikan Syafii, ada 15 penambahan substansi pengaturan dalam revisi UU Antiterorisme, dengan tujuan penguatan pengaturan UU No 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Perubahan signifikan terhadap sistematika UU No 15 Tahun 2003 yaitu menambah bab pencegahan, bab soal korban, bab kelembagaan, bab pengawasan kemudian soal peran TNI. Itu semua baru dari UU sebelumnya,” kata Syafii.
Laporan Syafii mendapat persetujuan dari seluruh fraksi dan peserta sidang tanpa adanya interupsi dan catatan.