Suhu Magma Merapi Naik, Tapi Belum Ada Tanda Letusan
- ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
VIVA – Balai Penelitian Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi atau BPPTKG memastikan bahwa letusan Gunung Merapi yang terjadi beberapa hari terakhir, bukan merupakan letusan atau erupsi magmatik, namun erupsi freatik.
Erupsi freatik terjadi, karena dipicu adanya air yang bertemu dengan magma (panas) di kawah Gunung Merapi, sehingga terjadi uap dan uap tersebut memicu terjadi erupsi atau letusan.
Sedangkan erupsi magmatik harus melalui minimal lima fase sebelum terjadinya letusan magmatik. Kondisi ini sama seperti letusan Merapi pada 1827.
Kepala BPPTKG Hanik Humaidah mengatakan, sejak Senin dini hari, 21 Mei sampai Selasa 22 Mei 2018, sudah terjadi empat kali letusan freatik. Terakhir, letusan freatik terjadi pada pukul 01.47 dengan ketinggian kolom asap 3.500 meter.
“Meski sudah tercatat adanya peningkatan suhu magma (thremor), namun kami belum melihat tanda-tanda akan terjadinya letusan magmatik,” jelasnya, disela-sela rapat koordinasi di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Selasa.
Namun, untuk memastikannya, BPPTKG saat ini sedang melakukan uji lab terhadap material guguran yang diambil dari puncak.
Hanik mengatakan, kondisi Merapi saat ini yang mengalami letusan freatik sebanyak 10 kali sejak letusan 2010 sama persis dengan kondisi letusan 1872. Di mana, magma mengalami pendinginan magma.
“Letusan yang terjadi sejak Senin dini hari kemarin, masih lebih kecil dibandingkan dengan letusan freatik yang terjadi pada 2013 lalu dan mungkin kita sudah lupa saja,” lanjutnya.
Jika mengacu pada letusan 1872, Hanik mengungkapkan, ada lima fase yang harus dilewati hingga terjadi letusan freatik. Pertama, yaitu fase penghancuran sumbat lava dengan erupsi vulkanik. Fase kedua adalah pertumbuhan lava mencapai 10 juta meter kubik.
Kemudian, ada fase ketiga adanya longsoran pada tebing lava dan menghasilkan awan panas sejauh delapan kilometer yang menjadi fase keempat. Kemudian, di fase terakhir atau kelima, terjadi hujan dengan intensitas tinggi yang menimbulkan lahar di sungai yang berhulu di sungai
“Sampai saat ini, merapi masih berada di fase satu. Namun, untuk ke fase berikutnya kita tidak bisa memprediksi,” katanya.
Hanik mengatakan, meski belum melihat tanda api di puncak merapi, namun peningkatan suhu magma menjadi dasar peningkatan status Gunung Merapi dari normal menjadi waspada.
Kepalda BPBD DI Yogyakarta Biwara Yuswatara menyatakan, ketika terjadi letusan freatik pada Selasa dini hari pukul 01.47 WIB, banyak warga mengungsi. Tercatat, 400-an warga mengungsi di sembilan titik, namun usai sahur pulang.
“Untuk saat ini, kami menghimbau kepada warga untuk tidak beraktivitas dalam jarak tiga kilometer dari puncak Merapi. Rapat ini untuk menentukan antisipasi apa yang akan dilakukan pemerintah ke depan,” katanya.