200 Mubalig Versi Kemenag Bukan 'Penceramah Pelat Merah'
- REUTERS/Willy Kurniawan
VIVA – Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof Dr KH Nasaruddin Umar, memilih berbaik sangka dengan kebijakan Kementerian Agama yang merilis daftar 200 nama mubalig atau penceramah untuk kegiatan keagamaan masyarakat.
Meski tak bisa dipungkiri, kebijakan tersebut lahir karena banyak situasi yang memengaruhinya.
"Saya sementara berbaik sangka kepada Pak Menteri (Menag Lukman Hakim Saifuddin)," kata Nasaruddin Umar di tvOne, Sabtu 19 Mei 2018.
Namun, mantan Wakil Menteri Agama periode 2011-2014 ini memberikan dua catatan terhadap daftar 200 mubalig yang direkomendasikan Kemenag itu. Pertama, jangan sampai muncul stigma nama-nama mubalig yang ada dalam daftar tersebut dengan sebutan 'mubalig pelat merah'.
Kedua, rekomendasi 200 nama mubalig ini jangan sampai diartikan sebagai pintu masuk sertifikasi bagi penceramah, layaknya produk halal. Sebab, wacana sertifikasi penceramah ini sempat menjadi polemik di tengah masyarakat.
"Catatan saya buat Kemenag, jangan sampai ada stigma ini. Karena kita bukan Malaysia, kita bukan Brunei, kita Indonesia," ujar Nasaruddin. Di Malaysia dan Brunei, penceramah agama wajib disertifikasi.
Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta ini berharap, Kemenag dapat mengeliminir kekhawatiran publik atas terbitnya rekomendasi 200 nama mubalig ini. Di sisi lain, Kemenag juga harus memikirkan dampak bagi mubalig atau ulama yang tidak masuk dalam daftar ini.
"Yang tidak masuk di sini, jangan-jangan masyarakat menduga mereka aliran keras. Jadi, ada dampak psikologisnya. Ini harus dieliminir, agar jangan sampai orang bertanya-tanya," paparnya.
Sementara itu, Kepala Biro Humas, Data dan Informasi Kemenag, Mastuki mengatakan. rekomendasi 200 nama mubalig ini belum final dan masih terbuka untuk bertambah. Ia menyadari masih banyak mubalig dan tokoh agama di daerah-daerah yang memiliki kriteria yang dimaksud, namun belum masuk dalam daftar ini.
"Yang tidak masuk list, belum tentu tidak sesuai kriteria. Masih ada waktu masyarakat mengajukan ke kami, untuk nama-nama yang belum masuk. Jumlah 200 itu masih sedikit dari jumlah penceramah kita, terutama di daerah yang jumlahnya jauh lebih banyak dari 200 nama tadi," ujar Mastuki.
Ia menegaskan, daftar nama-nama mubalig ini bukan merupakan intervensi pemerintah terhadap hak keagamaan masyarakat. Daftar ini dirilis, sebagai respons atas masukan dari ormas dan pengurus masjid yang sempat bingung untuk menghadirkan penceramah di lingkungannya, dan Kemenag hanya mengakomodir permintaan itu.
"Kami tahu persis, tidak mungkin pemerintah bertindak melampaui kewenangannya. Apalagi, situasi umat muslim Indonesia, masjid ini punya umat Islam kok diatur-atur," ungkapnya. (asp)