Nasib Jenazah Teroris Surabaya, Tertahan Tak Dikubur-kubur
VIVA – Sepuluh jenazah terduga teroris serangan bom bunuh diri di tiga gereja dan Markas Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya masih tersimpan di RS Bhayangkara Kepolisian Daerah Jawa Timur. Belum ada keluarga yang mengambil, juga alasan teknis lain hingga jenazah itu tertahan di rumah sakit.
Sejatinya, pada Kamis sore, 17 Mei 2018, ada delapan jenazah terduga teroris yang rencananya akan dimakamkan di pemakaman umum Putat Gede di Putat Jaya, Sawahan, Surabaya. Mereka akan dimakamkan kendati belum didatangi pihak keluarga, karena kondisi jenazah yang mulai membusuk.
Namun, proses pemakaman batal dilakukan. Lubang jenazah yang semula disiapkan di pemakaman yang diketahui biasa dipakai untuk Mr X itu ditutup lagi. Informasi diperoleh, sebagian warga sekitar menolak jenazah terduga teroris itu dimakamkan di pemakaman Putat Gede.
"Memang ada sedikit penolakan dari warga, karena itu kita masih menunggu fatwa dari MUI (Majelis Ulama Indonesia)," kata Kepala Polda Jatim, Irjen Pol Machfud Arifin, kemarin.
Tertahan hampir seminggu, akhirnya tiga dari 13 jenazah diambil pihak keluarga pada Jumat siang, 18 Mei 2018. Tiga jenazah itu tewas dalam ledakan Rusunawa Wonocolo, Taman, Sidoarjo. Mereka ialah Anton Ferdianto (46 tahun), Sari Puspita Rini (47), dan Helia Aulia Rahman (18). Mereka satu keluarga.
Pengamatan VIVA di RS Bhayangkara, tiga jenazah terduga teroris itu dikeluarkan dari sebuah kontainer di halaman gedung Disaster Victims Identification atau DVI lalu dimasukkan ke dalam ambulan.
Di kontainer itulah semua jenazah terduga teroris yang tewas dalam bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo disimpan. Bau busuk terendus ketika pintu kontainer dibuka.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel atau UINSA Surabaya, Akhmad Muzakki, mengatakan bahwa amatlah wajar jika sebagian warga menolak jenazah terduga teroris dimakamkan di Kota Pahlawan. Itu reaksi kemarahan karena selama ini Surabaya aman dari serangan teror.
"Warga sangat geram terhadap aksi teroris ini, karena kita (Surabaya) tidak punya catatan buruk soal stabilitas keamanan, walaupun hidup di tengah perbedaan. Di Surabaya aman dan tentram dan itu dirusak oleh serangkaian aksi teror," kata Muzakki.
Rentetan teror bom yang menyerang sejumlah tempat sepekan lalu, lanjut Guru Besar Sosiologi Pendidikan, bisa dijadikan momentum bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk melakukan upaya pembersihan dari radikalisme. "Ini semua bisa jadi pelajaran bagi kita semua," ujar Muzakki.