RUU Terorisme: Penegakan Hukum atau Perang Terhadap Teroris?
- REUTERS/Sigit Pamungkas
VIVA – Pemerintah terus mendesak agar DPR segera menuntaskan RUU anti terorisme, dengan alasan agar upaya pemberantasan teroris mempunyai payung hukum yang tegas. Peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Blandina Lintang Setianti melihat RUU Anti Terorisme ini masih banyak kekurangan.
"Sudah banyak kajian dan catatan kritis terhadap RUU Anti Terorisme. Di dalamnya tidak menjelaskan komprehensif terkait dengan koordinasi antar kelembagaan yang mengatur penanggulangan terorisme," kata Lintang di kantor Kontras, Jakarta, Kamis 17 Mei 2018.
Padahal dalam pemberantasan teroris selama ini ditangani Kepolisian, BNPT dan BIN. Bahkan rencananya pemerintah akan melibatkan TNI dengan menghidupkan kembali Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) yang berisi pasukan elit tiga matra TNI.
Selain itu konsep deradikalisasi yang sesuai dengan prinsip internasional di dalam RUU Terorisme belum lah jelas. Hal itu menyebabkan arah pemberantasan terorisme di Indonesia belum tegas. "Apakah criminal justice atau war of terorisme?" tanyanya.
Sementara itu, Atnike Novasigiro dari Jurnal Perempuan, menambahkan revisi UU anti terorisme hanya salah satu jalan dalam upaya menanggulangi terorisme di Indonesia. Menurutnya, selain pendekatan hukum ada hal yang lebih penting untuk mencegah paham radikal berkembang dan tumbuh subur.
"Problem hari ini yang kami anggap sebagai pupuk aksi teror adalah masifnya sikap intoleran dan sikap kekeluargaan yang minim di masyarakat. Ini belum direspons secara baik oleh pemerintah," paparnya.
Nova mengatakan sikap intoleran muncul dalam konflik antar agama. "Ujaran kebencian juga penting di-address oleh negara dalam rangka kebijakan anti terorisme secara umum," katanya.
Sebelumnya, rentetan aksi serangan teror di sejumlah daerah membuat desakan revisi UU Terorisme kembali mencuat. Revisi UU yang sejak 2016 masuk ke DPR ini belum juga rampung hingga saat ini.