Wewenang Terbatas, Tak Semua Pelaku Teror Terjangkau BNPT
- VIVA/Syaefullah
VIVA – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Suhardi Alius, menampik bahwa lembaganya lemah dalam hal program deradikalisasi.
Menurut dia, berkaca pada kasus bom bunuh diri di Surabaya, BNPT mengaku belum bisa menjangkau setiap orang yang telah terafiliasi kelompok teror. Sebab, hal itu dibatasi pada kewenangan untuk mencegah dan memberi pendampingan hanya bagi pelaku teror yang sudah diproses secara hukum.
"Sepanjang dia tersangka saja kami belum punya akses. Begitu sudah ada keputusan yang tetap dan disebar ke seluruh lapas, baru lah BNPT main di situ," kata Suhardi di kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta, Kamis 17 Mei 2018.
Suhardi menyebut, sudah 600 mantan narapidana kasus terorisme yang telah ditangani lembaganya. Klaim Suhardi, hampir mayoritas lepas mantan narapidana 'tobat' dan 128 orang aktif menjadi narasumber guna berbagai pengalamannya terkait dampak buruk aksi terorisme.
"Ada tiga yang mengulangi perbuatannya, yakni bom Thamrin, bom Cicendo, dan bom Samarinda," kata dia.
Ia menjelaskan, pelaku teror di Surabaya yang terhubung dengan jaringan Jemaah Ansharut Daulah belum mengikuti program dari BNPT. Meski sudah mendeteksi, ia mengaku, pihaknya terbatas menjangkau area terhadap orang-orang yang terhubung kelompok teror.
Dengan adanya wacana perubahan Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Anti-Terorisme), ia berharap, semakin memperluas wewenang lembaganya merangkul dan membina jaringan kelompok teroris.
"Nah, ketika ada revisi undang-undang, salah satunya ialah afiliasi atau menjadi kelompok tertentu yang dilarang, bisa kena diinvestigasi. Itu lah entry point kami. Petugas keamanan Densus 88 bisa masuk, kami ikut mem-follow up itu," ujarnya.