Rekaman KPK Ungkap Skandal Suap DPRD Lampung Tengah
- ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
VIVA – Sidang kasus suap Bupati Lampung Tengah, Mustafa, digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis 17 Mei 2018. Dalam persidangan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutar rekaman percakapan yang memunculkan dugaan penyuapan terhadap anggota DPRD Lampung Tengah.
Rekaman itu berisi percapakan antara Natalis Sinaga selaku Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah dan Syamsi Roli selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Lampung Tengah.
Dalam percakapan itu, Natalis menyebut istilah bos besar, seseorang berinisial T dan eksekusi.
Syamsi dihadirkan selaku saksi kemudian dikonfirmasi oleh jaksa seputar istilah tersebut.
Menurut Syamsi, yang Ia pahami seseorang berinisial T tersebut adalah Taufik Rahman yang merupakan Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah. Tapi ia mengaku tak memahami arti istilah bos besar dan eksekusi.
"Saya tak paham maksudnya bos besar. Kalau T mungkin arahnya itu (benar) ke Pak Taufik," kata Syamsi.
Dalam rekaman, Natalis sempat mengeluh lantaran seseorang berinisial T tersebut tak juga menemuinya untuk memenuhi apa yang telah disepakati. Padahal, Natalis sudah menemui seseorang yang disebut bos besar.
Diduga, istilah bos besar yang dimaksud adalah Bupati Lampung Tengah, Mustafa.
Berikut petikan kata-kata Natalis dan Syamsi dalam transkrip percakapan yang ditampilkan jaksa KPK:
Natalis: Saya kan dua hari yang lalu kan dipanggil, sudah ketemu langsung bos besar, sudah langsung empat mata ngobrol dan katanya dijanjikan paling lambat hari ini si T itu akan ketemu saya. Ternyata sampai hari ini juga enggak ada.
Syamsi Roli: Kata Madani ya itu udah oke. Tinggal eksekusi lagi yang yang yang pertemuan Pak Natalis terakhir itu.
Terima Uang
Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Lampung Tengah, Madani mengaku pernah menerima uang Rp100 juta dari Taufik Rahman yang merupakan Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah.
"Iya, saya terima Rp 100 juta untuk operasional. Saya terima di rumah," kata Madani saat bersaksi di persidangan Mustafa, hari ini.
Menurut Madani, uang itu Ia gunakan untuk membiayai kegiatan operasional. Misalnya membiayai transportasi dan penginapan.
Madani mengaku tak mengetahui asal-usul uang tersebut. Sebab saat uang tersebut digunakan, tidak terdapat bukti pertanggungjawaban. Saat ini, uang tersebut telah diserahkan kepada rekening penampungan KPK.
Dalam kasus ini, Mustafa didakwa menyuap sejumlah anggota DPRD Lampung Tengah sebesar Rp9,6 miliar. Menurut jaksa, penyuapan itu dilakuan bersama-sama Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah, Taufik Rahman.
Sejumlah anggota DPRD Lampung Tengah periode 2014-2019 yang disebut menerima suap yakni, Natalis Sinaga, Rusliyanto, Achmad Junaidi Sunardi, Raden Zugiri. Kemudian, Bunyana dan Zainuddiin.
Menurut jaksa, pemberian uang tersebut bertujuan agar anggota DPRD tersebut memberikan persetujuan terhadap rencana pinjaman daerah Kabupaten Lampung Tengah kepada PT Sarana Muti Infrastruktur (Persero) sebesar Rp300 miliar pada tahun anggaran 2018.
Kemudian, agar anggota DPRD menandatangani surat pernyataan kesediaan Pimpinan DPRD untuk dilakukan pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil Lampung Tengah dalam hal terjadi gagal bayar. (ren)