Sial Keluarga Arifin Ditangkap Densus karena Istri Bercadar
- VIVA/Lucky Aditya
VIVA – Pasangan suami-istri Arifin dan Siti Rohaida sial benar. Warga Pakis, Kabupaten Malang, Jawa Timur itu sempat ditangkap dan diperiksa aparat Detasemen Khusus 88 Antiteror gara-gara dikira terlibat dalam kelompok teroris, terutama menyusul peledakan bom bunuh diri di Surabaya pada Minggu, 13 Mei 2018.
Awalnya, sang istri yang ditangkap Densus pada Senin pagi, sehari setelah peristiwa bom bunuh diri di Surabaya. Rohaida diringkus saat berkunjung ke rumah adiknya, Rosalina Afrida, di Sidoarjo. Wanita berusia 48 tahun itu kemudian mengantarkan kemenakannya atau anak Rosalina yang sakit ke klinik Bhayangkara di Sidoarjo.
"Tapi saat masuk ke klinik dengan menggandeng kedua kemenakannya, justru istri saya diperiksa oleh polisi bersenjata lengkap. Mungkin karena istri saya dan adiknya cadaran, jadi ditangkap," kata Arifin saat ditemui di rumahnya di Malang pada Rabu.
Setelah diperiksa di klinik, Rohaida dibawa ke Markas Polres Sidoarjo untuk diinterogasi. Saat itulah dia mengabari suaminya bahwa dia ditangkap dan ditahan oleh polisi. Namun Rohaida sudah menyadari dari awal bahwa penangkapan itu sebenarnya kesalahpahaman semata.
"Saya ditelepon katanya kena pemeriksaan karena waktu itu kan ada ledakan di Surabaya yang kebetulan pelakunya bercadar. Dia sebenarnya Senin, pukul sebelas siang, dibolehkan pulang, kemudian dicegah sampai pukul enam petang," kata Arifin.
Tak lama setelah itu, giliran Arifin yang didatangi oleh Densus 88 Antiteror. Ia dijemput dari tempat kerjanya di Kantor Pos Pusat Kota Malang. Empat personel Brimob bersenjata lengkap, katanya, sudah menunggunya di ruangan salah satu pemimpinnya.
Arifin diminta ikut oleh tim Densus itu untuk memeriksa dan menggeledah rumahnya, lalu dilanjutkan dengan interogasi di Markas Komando Brimob Detasemen B Ampeldento, Malang. Hampir seluruh bagian rumah diperiksa oleh Densus. Beberapa ruangan diacak-acak. Ternyata tidak ditemukan benda mencurigakan di rumah Arifin. Densus hanya menyita dua karung plastik berisi buku.
"Kemudian pukul tujuh Senin malam saya dilepas. Dari sini polisi hanya bawa buku-buku Islam, buku-buku fikih, tidak ada ajaran kekerasan atau radikal," kata Arifin.
Sebagai pegawai negeri sipil ia memahami tugas polisi. Ia sekeluarga telah memaafkan polisi karena istri dan dia sempat dicurigai terlibat kelompok teroris. Arifin hanya meminta polisi merehabilitasi nama baik keluarganya.
"Saat diinterogasi saya ditanya soal istri, soal pengajian, soal berangkat kapan ke Surabaya, tujuannya apa. Saya jelaskan kalau istri saya mau jenguk orangtua yang mau berangkat umrah. Oke, saya maafkan karena itu tugas polisi tapi saya memang meminta nama saya dan istri direhabilitasi," ujarnya.