Abraham Samad: Politik Tuna Etika Bikin Rakyat Tak Sejahtera
- VIVA/Muhammad Yasir
VIVA – Komunitas Masyarakat Indonesia Timur mendeklarasikan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad sebagai calon presiden pada Pemilu 2019. Pelaksanaan deklarasi dilakukan di kampung halaman Abraham Samad, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin, 7 Mei 2018.
Komunitas tersebut mendaulat Abraham sebagai ‘Panglima Anti Korupsi.’ Harapannya, Abraham dapat menuntaskan masalah korupsi yang marak terjadi di Indonesia.
Pada orasinya, Abraham menjabarkan nasib para petani, nelayan, guru dan buruh. Ia mengatakan, nasib mereka jauh dari kesejahteraan akibat kondisi politik yang disebutnya tuna etika.
"Sudah lebih dari 72 tahun kita merdeka, 20 tahun revolusi bergulir, namun tetap saja Indonesia belum menjadi negara bermartabat di mata dunia seperti sekarang ini. Mengapa? Hanya satu jawabannya, korupsi masih menjajah kita," ucapnya.
Menurut Abraham, korupsi masih menjadi raja di negeri ini, dan sebagian dari masyarakat adalah budaknya. Pada sektor politik, kata dia, berbagai cara dilakukan demi memuaskan nafsu dan hasrat kekuasaan.
"Ketika politik masih tuna etika, ketika uang masih menjadi raja, ketika itu pula kita gagal menjadi bangsa," ujar Abraham.
Di kesempatan yang sama, Panglima Pejuang Abraham Samad for Indonesia, Djusman AR, menuturkan deklarasi kali ini dihadiri ratusan orang dari berbagai kalangan. Mulai dari elemen organisasi dari kalangan lembaga swadaya masyarakat, penggiat antikorupsi, akademisi, mahasiswa, komunitas aliansi perempuan, dan pekerja.
Ia menjelaskan, pihaknya menggagas visi "Selamatkan Uang Rakyat" pada deklarasi tersebut. Djusman menjelaskan visi tersebut sejalan dengan latar belakang dari Abraham Samad yang pernah memimpin KPK.
Pantauan VIVA di lokasi deklarasi, ratusan orang yang mengatasnamakan diri relawan 'Kita AS Sulawesi Selatan' kompak memakai kaus bergambar wajah Abraham Samad. Tulisan "Selamatkan Uang Rakyat" juga tampak pada punggung masing-masing kaus tersebut.
Di Makassar, Abraham disambut dengan sebilah badik/keris saat tiba di lokasi deklarasi, di Anjungan Pantai Losari. Sambutan itu adalah prosesi adat anggaru, salah satu budaya khas suku Bugis-Makassar dalam menerima tamu kehormatan (ase)