Kasus Bakamla, KPK Tantang Fayakhun Ungkap Peran Legislator
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik bila tersangka suap penggiringan anggaran proyek satelit monitoring di Bakamla, Fayakhun Andriadi, mengajukan justice collaborator (JC). Meski begitu, ada syarat-syarat yang harus dilalui Fayakhun untuk mendapatkan label itu.
Menurut Febri, konsekuensi tersangka atau terdakwa mengajukan justice collaborator adalah dapat membuka peran keterlibatan pihak lain secara luas dan signifikan.
"Jadi jangan setengah-setengah. Kalau setengah-setengah pasti kami tolak dan juga mengakui perbuatannya," kata Juru Bicara KPK, Febri Diasnyah ditanyai awak media, Senin, 30 April 2018.
Febri mengatakan KPK telah memfasilitasi tersangka Fayakhun bertemu Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). KPK belum mengetahui jelas isi pertemuan antara keduanya. Apakah pertemuan tersebut membahas dugaan intimidasi yang dialami Fayakhun atau ihwal keinginannya membuka keterlibatan pihak lain dalam kasus yang menyeretnya.
"Nah, saya tak tahu apa pembicaraan dengan LPSKÂ karena posisi KPK kan memfasilitasi," kata Febri.
Pada kasus ini, beberapa anggota DPR pernah disebutkan Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Dharmawansyah, menerima puluhan miliar rupiah karena turut membantu menggiring anggaran proyek di Bakamla. PT MTI merupakan pemenang proyek satelit monitoring di Bakamla.
Selain Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi NasDem, Donny Imam Priambodo, yang diungkapkan Fahmi yakni anggota Fraksi PDIP, Eva Sundari, TB Hasanuddin, anggota Fraksi Golkar Fayakhun Andriadi, dari PKB Bertu Merlas, serta politikus PDI-P yang juga pernah menjabat stafsus Kepala Bakamla, Ali Fahmi Habsyi dan Pejabat Bappenas, Wisnu.
Fahmi Dharmawansyah sendiri telah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta karena menyuap sejumlah pihak, namun sejauh ini baru Fayakhun dari DPR yang dijerat penyidik KPK.