Kisah Dramatis TNI Selamatkan Bayi yang Mau Dibakar OPM
- Dokumen Kodam XVII Cenderawasih.
VIVA – Tentara Nasional Indonesia mengerahkan pasukan untuk memburu kelompok bersenjata dari gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka.
Diketahui, setelah mengeluarkan ultimatum perang dengan TNI dan Polri, pada Februari 2018. OPM yang kini menyatakan bernama Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat alias TPNPB, tercatat telah melakukan pelanggaran hukum berat.
Dengan berbekal puluhan pucuk senjata api standar militer, anggota OPM melakukan tindakan kejahatan terhadap warga sipil dan aparat.
"Perang jangan berhenti, perang harus tanpa intervensi internasional di Papua. Ultimatum perang, saya sudah umumkan. Jadi, perang harus dilakukan di mana saya, di Papua. Ketentuan, aturan perang kita sudah keluarkan itu. Panglima TNI, Polda harus tunduk pada aturan itu, TPN di seluruh Papua, perang harus berdasarkan aturan ini. Tujuan, kami ingin perang lawan TNI, Polri sudah tercantum dalam aturan TPN," kata Kepala Staf Operasi Komando Nasional TPNPB, Mayjen G Lekkagak Telenggan, 2 Februari 2018, di Markas Kimagi, Distrik Yambi, Puncakjaya, Papua.
Berdasarkan catatan VIVA, OPM sudah melakukan pembunuhan terhadap dua prajurit TNI dan membunuh dua warga sipil, memperkosa guru Sekolah Dasar, membakar pasar dan rumah sakit hingga melakukan penyanderaan serta penyiksaan warga di beberapa kampung.
Yang terbaru, OPM menyandera 18 warga sipil dan menguasai enam kampung di wilayah Aroanop, Provinsi Papua. Penyanderaan berlangsung sejak 17 April 2018.
Selama melakukan penyanderaan, anggota OPM tak henti-henti menyiksa korban. Bahkan, akibat penyiksaan itu, korban menderita trauma berat.
"Sandera berhasil dibebaskan dalam kondisi selamat. Hanya saja mereka mengalami trauma berat. Sebab, selama penyanderaan berlangsung, mereka disiksa pelaku bersenjata standar militer," kata Kepala Penerangan Kodam XVII Cenderawasih, Letkol Inf Muhamad Aidi, kepada VIVA melalui sambungan telepon, Jumat siang, 20 April 2018.
Baca: Ini Ultimatum Perang OPM untuk Panglima TNI
FOTO: Mayjen G Lekkagakan saat bacakan ultimatum perang.
OPM Kocar-kacir
Meski operasi yang digelar TNI ini bukan merujuk pada penumpasan kelompok bersenjata. Tapi, dalam operasi penyelamatan ini, TNI tak segan-segan menindak siapa saja anak buah Mayjen Lek, yang berbuat kejahatan.
Dari data yang didapatkan Kodam Cenderawasih, terlacak OPM memiliki senjata api pabrikan standar militer sekitar 50 pucuk saja. Sedangkan jumlah personel OPM yang aktif mencapai 500 orang. "Hanya saja banyak simpatisan, seperti yang demo di Jakarta, Yogyakarta, Belanda dan Selandia Baru," ujar Aidi.
Sementara, meski OPM mengklaim memiliki ribuan pasukan dan senjata. Tapi, TNI memastikan sudah mengukur kekuatan gerakan itu sebenarnya. Karena itulah, dalam operasi ini TNI hanya mengerahkan 50 personel di bawah komando Komandan Satuan Tugas, Komandan Brigade Infanteri 20/Ima Jaya Keramo, Kolonel Inf Frits.
"50 Personel, 20 dari Yonif 751, 20 dari Yonif 754 dan 10 dari Mako Brigif. Hanya membawa senapan laras panjang, SS1 dan tanpa roket," kata Aidi.
Meski hanya berjumlah 50 prajurit. Tapi, TNI mampu membuat OPM kocar-kacir. Bahkan, bersama personel Polri, pasukan ini tercatat sebelumnya juga berhasil menyelamatkan ratusan warga sipil dari tangan OPM.
Baca: Nantang Perang, OPM Kocar-kacir Hadapi 50 Prajurit TNI
OPM Mau Bakar Bayi
Kodam Cenderawasih menceritakan, dalam operasi penyelamatan di Utikini, ada sebuah kisah dramatis. Yakni cerita tentang seorang bayi yang nyaris dibakar hidup-hidup oleh OPM.
Beberapa jam sebelum TNI menguasai kampung itu, tepatnya pada dini hari, 3 April 2018, Kolonel Frits dan pasukannya melakukan operasi penyelamatan warga yang disandera OPM.
"Pasukan TNI melepaskan tembakan untuk mengusir mereka agar tak membakar rumah itu," kata Kolonel Frits seperti dilansir Kodam Cenderawasih di akun Instagram resminya.
FOTO: Kolonel Frits dan Letkol Aidi.
Ternyata anggota OPM hendak membakar rumah beserta seorang bayi yang masih hidup. Namun, karena terus digempur TNI, OPM melarikan diri dan meninggal bayi itu di tengah-tenah pertempuran.
"Beruntung pasukan TNI sangat jeli dan tidak melakukan tembakan secara ngawur, sehingga bayi berhasil di selamatkan dibungkus dengan selimut," ujarnya.
Dalam kondisi itu, TNI memutuskan tidak mengejar OPM. Karena yang utama adalah menyelamatkan nyawa bayi itu. Dan diduga kuat OPM sengaja mempergunakan bayi itu sebagai tameng bagi mereka dari sergapan TNI.
"Anggota TNI sibuk mengurusi bayi sedangkan momen tersebut dimanfaatkan oleh KKSB untuk melarikan diri," katanya.