PSK Online Masih Dicambuk di Depan Umum, Bukan di Lapas
- VIVA/Dani Randi
VIVA – Dua pekerja seks komersial atau PSK online yang ditangkap polisi pada Oktober 2017 dihukum masing-masing sebelas kali cambuk di depan umum di halaman Masjid Jami’ Lueng Bata, Banda Aceh, Aceh, pada Jumat, 20 April 2018.
Hukuman itu dijalankan sesuai Qanun Nomor 7 Tahun 2013, bukan dengan Peraturan Gubernur Nomor 8 Tahun 2018 yang telah ditetapkan oleh Kemenkumham dan Pemerintah Aceh, dengan klausul hukuman cambuk dilaksanakan di dalam kompleks lembaga pemasyarakatan (lapas).
Dua orang PSK online itu berinisial NA (22 tahun) dan MR (24 tahun). Mereka didakwa karena melanggar pasal 23 ayat 2 Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang hukum jinayah. Sebab, keduanya terbukti menyediakan fasilitas khalwat (bermesraan) dan mempromosikannya dengan sengaja melalui internet.
Menurut Wakil Wali Kota Banda Aceh, Zainal Arifin, pemerintah masih melaksanakan uqubat cambuk di depan umum hingga telah tersusun tata laksana uqubat cambuk dalam lapas. "Kami tidak melawan Pergub, tapi kami menjalankan sesuai aturan yang sudah ada," katanya.
Pemerintah Kota tetap komitmen menjalankan syariat Islam, meski sudah ada peraturan baru tentang hukuman cambuk di dalam lapas. Namun, Pemerintah masih mempelajari lebih detail tentang maksud dari Pergub itu.
Jika nanti tata laksana uqubat cambuk dalam Pergub sudah disusun, Pemerintah akan kembali berkonsultasi dengan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Banda Aceh soal sudah tepat dan tidaknya pelaksanaannya dengan syariat Islam.
"Kami tetap berpedoman bahwa ulama adalah tempat kita berguru. Kalau tata laksana dalam Pergub sudah lahir, maka kami akan duduk dengan ulama, kami akan dengarkan fatwa ulama," kata Zainal.
Selama sepekan terakhir penolakan atas pergub itu terus disuarakan oleh berbagai kalangan, seperti anggota DPR Aceh dan berbagai LSM dan ormas di Aceh, mereka sepakat untuk menolak pelaksanaan hukuman cambuk di dalam lapas.
Selain dua PSK online, Pemerintah Kota juga menghukum tiga pasangan pelanggar syariat berupa khalwat. Masing-masing berinisial ZH dan EM dicambuk 17 kali, PA dan RM 22 kali cambuk, dan pasangan YU dan RA dicambuk 11 kali.
Warga yang hadir saat eksekusi cambuk kali ini begitu ramai. Ribuan warga rela berdesakan untuk melihat prosesi cambuk di tempat terbuka. Sebab, jika pergub pelaksanaan hukum cambuk di lapas sudah diterapkan, mereka khawatir tidak bisa menyaksikannya.
“Mana tahu ini yang terakhir kita lihat, kalau lokasinya di penjara susah kita masuk untuk menyaksikan hukuman cambuk ini,” ujar Anton, seorang warga Kota Banda Aceh. (ase)