Saran SBY ke Jokowi, Menjaga Kedaulatan Negara
- ANTARA FOTO/Setpres/Cahyo Bruri Sasmito
VIVA – Presiden ke-6, SBY membagikan tips menjaga kedaulatan negara untuk Presiden Jokowi. Saran itu ia sampaikan di hadapan ratusan anggota pengajian dan ulama Banten, di kantor DPC Demokrat Kota Serang.
Menurut SBY, Kedaulatan negara dari dalam dan luar negeri yang dibangun dirinya saat menjabat Presiden, salah satunya yaitu membangun perekonomian masyarakat dari sektor riil dan menciptakan lapangan pekerjaan.
Karena, pelaku usaha sektor UMKM, tentu tak akan mau bersaing dengan pelaku usaha dengan modal besar. Maka, saran SBY, pemerintah harus hadir, melalui bantuan permodalan, pemasaran hingga pelatihan. Jangan dilepas ke pasar bebas.
"Harapan kita kepada Presiden Jokowi, meski tahun politik, tahun pemilu, ekonomi ditingkatkan lagi, ditingkatkan daya beli masyarakat. Hanya dengan cara itu, ekonomi masyarakat lebih baik, bahkan lebih sejahtera dibandingkan yang dulu," kata SBY di Kota Serang, Kamis malam, 19 April 2018.
Lalu, untuk menjaga kedaulatan negara bersama negara sahabat dapat dilakukan melalui kemitraan strategis yang dibangun bersama negara besar di dunia.
"Karena dulu saya mengembangkan kemitraan strategis, kemitraan komprehensif. Indonesia mau bersahabat dengan negara besar, Amerika, Inggris, Prancis, saya kembangkan dengan 16 negara besar. Ada deklarasi yang di teken negara itu," ujarnya bangga.
Ditemani oleh istri, putra sulung sekaligus ketua Kogasma, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan menantunya, Anisa Pohan, SBY menerangkan kalau, menjalin persahabatan dengan negara tetangga, harus berdasarkan kesetaraan, dalam menjaga keutuhan negaranya masing-masing.
Salah satu cara menaikkan harga diri Bangsa Indonesia, dengan bergabungnya Indonesia ke G20, APEC hingga menjadi anggota PBB.
Selain itu, melunasi utang Indonesia pada IMF, yang di klaim SBY, lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Agar Indonesia mampu merancang APBN dan program lainnya, tanpa direcoki oleh negara pendonor.
"Ketika saya masuk, masih ada sekian puluh triliun. Kalau masih jadi anggota IMF, kita mau menentukan pembangunan, kita didikte. Karena itu saya lunasi tiga empat tahun lebih cepat. Itu contoh kita ingin daulat di negara kita sendiri." (mus)