KPK Banding Vonis Gubernur Nur Alam
- ANTARA FOTO/Hafidz Mubarok A
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, terkait perkara mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam.
Jaksa KPK sudah mendaftarkan banding tersebut ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Selasa, 17 April 2018.
"Jaksa sudah mengajukan banding dan mendaftarkan banding. Memori banding akan disampaikan menyusul," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Rabu, 18 April 2018.
Febri menjelaskan, banding ini diajukan atas sejumlah alasan. Salah satunya karena Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta tidak mempertimbangkan kerugian keuangan negara akibat kerusakan lingkungan yang disebabkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diberikan Nur Alam kepada PT Anugerah Harisman Barakah (AHB).
Dalam surat tuntutan Jaksa KPK terhadap Nur Alam disebutkan berdasarkan perhitungan, kerugian keuangan negara terkait kerusakan tanah dan lingkungan akibat pertambangan PT AHB di Kabupaten Buton dan Bombana, mencapai Rp2,7 triliun.
"Putusan majelis hakim yang tidak mempertimbangkan kerugian negara akibat kerusakan lingkungan," kata Febri.
Selain itu, Majelis Hakim hanya memutuskan Nur Alam bersalah melanggar Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi terkait penyalahgunaan wewenang. Padahal, Jaksa KPK meyakini Nur Alam juga terbukti melanggar Pasal 2 UU Tipikor, yakni melakukan perbuatan melawan hukum dalam memberikan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan IUP Eksplorasi.
Selain itu juga kasus persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Tak hanya itu, vonis 12 tahun pidana penjara yang diputus Pengadilan Tipikor Jakarta juga menjadi pertimbangan Jaksa KPK mengajukan banding. Meskipun, hukuman 12 tahun pidana penjara tersebut sudah memenuhi 2/3 dari tuntutan Jaksa yakni 18 tahun.
"Pembuktian Jaksa terkait tuntutan jaksa yaitu pasal 2, Majelis Hakim memutus berdasarkan Pasal 3 UU Tipikor. Jaksa juga memasukkan terkait putusan pidana yang bersangkutan, meski hakim telah memutus 2/3 dari tuntutan jaksa," kata Febri.
Diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 12 tahun pidana penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan terhadap mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, Rabu, 28 Maret 2018.
Tak hanya itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan membayar uang pengganti Rp2,3 miliar subsider 1 tahun serta pencabutan hak politik Nur Alam selama lima tahun setelah menjalani hukuman pokok.
Hukuman terhadap Nur Alam ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK. Sebelumnya, Jaksa KPK menuntut Nur Alam dihukum 18 tahun pidana penjara dan membayar denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan. (one)