Greenpeace Sebut Kualitas Udara di Buleleng Bali Berbahaya
- Greenpeace/Rivan Hanggarai
VIVA – Organisasi lingkungan hidup ternama di dunia, Greenpeace, hari ini secara resmi meluncurkan aplikasi pengukuran kualitas udara di Bali yang diberi nama UdaraKita. Sebenarnya, aplikasi ini pernah diluncurkan secara khusus untuk mengukur kualitas udara di Ibu Kota, DKI Jakarta. Kini, aplikasi tersebut resmi diluncurkan di Bali.
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, menjelaskan, dengan telah diluncurkannya aplikasi tersebut, publik Bali kini bisa mengukur kadar kualitas udara di sekitar mereka. Ada tiga titik alat yang dipasang oleh Greenpeace untuk mendukung pengukuran kualitas udara di Bali yakni di Buleleng, Denpasar dan Kuta.
“Untuk menggunakan alat ini tinggal di-download melalui perangkat Android dan IOS. Tahun lalu aplikasi ini kami kembangkan khusus untuk di Jakarta. Tapi hari ini kita luncurkan juga di Bali. Jadi, Bali adalah provinsi kedua yang sudah diluncurkan aplikasi UdaraKita,” kata Bondan saat ditemui di Kapal Rainbow Warrior di Pelabuhan Benoa, Denpasar, Sabtu 14 April 2018.
Melalui aplikasi ini, bisa mengukur kadar kualitas udara di sekitar kita. Selain itu, masyarakat bisa berpartisipasi dengan mengirimkan gambar dan membuat laporan melalui aplikasi tersebut. “Jadi kita bisa tahu sumber polutan di sekitar kita, misal sumbernya berasal dari alat transportasi, PLTU, ada pengasapan dan lainnya,” terang dia.
Aplikasi UdaraKita, Bondan melanjutkan, juga mampu mengukur polutan berbahaya Particulate Matter (PM) 2.5. menurut dia, PM2.5 amat berbahaya karena ukurannya yang sangat kecil. “Ukurannya itu sepertiga helai rambut manusia. Jadi PM2.5 ini tidak hanya masuk ke hidung bila terhirup, tetapi juga ke tenggorokan dan paru-paru,” tuturnya.
Jika menghirup dalam kadar yang cukup besar dan lama, Bondan menyebut akan ada efek berbahaya yang ditimbulkan dalam jangka panjang seperti stroke dan kanker.
Dari hasil pengukuran yang dilakukan Greenpeace di sekitar PLTU Celukan Bawang yang menggunakan batu bara, didapati hasil jika kualitas udara di sana amat buruk.
“Di sekitar PLTU Celukan Bawang itu setiap pagi sekitar pukul 04.00-07.00 WITA kadar PM2.5 sangat tinggi mencapai di atas 50 µg/m3. Artinya, itu sedang terjadi aktivitas yang cukup tinggi di sana. Padahal, kadar PM2.5 yang diperbolehkan oleh WHO yakni 25 µg/m3 dalam 24 jam. Kami mendesak agar berhentilah menggunakan energi kotor dan mari beralih ke energi bersih dan terbarukan,” imbau dia. (one)