Polemik Transportasi Online, Tak Perlu Ubah Undang-undang
- Bobby Andalan/ Bali
VIVA – Rangkaian seminar Road Safety Show kembali digelar Korlantas Polri bersama Direktorat Lalu Lintas Polda Bali dan membahas permasalahan dan penanganan transportasi online. Acara yang digelar di Ballroom Hotel Aston Denpasar Bali, Selasa, 10 April 2018, dihadiri sejumlah pakar untuk membahas hal tersebut.
Salah satunya adalah pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Nurhasan Ismail. Dalam paparannya, Nurhasan mengatakan bahwa persoalan angkutan umum sudah jelas diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2009, baik angkutan konvensional maupun tidak.
"Persoalan fenomena angkutan online yang terjadi sudah jelas diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2009. Artinya, masyarakat hanya tinggal mengikuti saja. Adapun online hanya sekedar bagaimana kita memesan angkutan secara online melalui aplikasi berbasis teknologi. Jadi, kita tidak perlu dihebohkan dengan wacana untuk mengubah undang-undang dan lain sebagainya," kata Nurhasan.
Akan tetapi, Nurhasan melanjutkan, polemik yang terjadi pada situasi saat ini berkaitan pada empat aspek. Sebab, angkutan umum dengan aplikasi berbasis teknologi tidak hanya berada pada satu sektor atau satu kementerian. Dalam hal ini terdapat aspek ketenagakerjaaan, aspek teknologi informasi, aspek keselamatan, dan jaminan keselamatan penumpang dan pengemudi angkutan online.
"Perlu diperjelas kembali untuk aspek lain seperti hubungan antara pemilik aplikasi atau provider dengan driver. Tentunya ini ada di ranah Kementerian Ketenagakerjaan yang perlu dipertegas, apakah hubungan mitra kerja ataukah bagi hasil atau lainnya. Sementara untuk ranah di Kemenhub sendiri dalam aspek keselamatan sudah dijamin, yakni seperti harus adanya uji KIR berkala termasuk tata cara berlalu lintas," katanya.
Selain itu, ada pula aspek teknologi informasi yang ada pada ranah Kemenkominfo serta aspek asuransi baik terhadap penumpang atau pengemudinya yang ada pada Jasa Raharja. Pada akhirnya, fenomena angkutan online ini memang tidak bisa hanya diatur oleh satu kementerian saja dalam hal ini Permenhub. Akan tetapi, diperlukan regulasi pula dari pihak terkait seperti Kemenaker dan Kemenkominfo. Dan bukan juga mengubah undang-undang yang ada untuk menyelesaikan persoalan angkutan online.
Di sisi lain, Dirlantas Polda Bali yang diwakili oleh Kabag Ops Ditlantas Polda Bali Ajun Komisaris Besar I Made Rustawan menyampaikan, ada sejumlah poin penting terkait angkutan online. Ia menyampaikan bahwa, perbedaan angkutan konvensional dan online hanya terletak pada pemesanan saja.
"Permasalahan transportasi online itu sebenarnya sudah terangkum dalam Permenhub 108 Tahun 2017 yang sudah menjawab persoalan polemik transportasi online. Yang diperlukan adalah peraturan pelakasanaannya. Oleh karena itu, melalui seminar ini diharap dapat membantu proses sosialisasi dari Permenhub hingga tidak menimbulkan gejolak dalam hal keselamatan bagi pengendara," katanya.
Pakar IT I nyoman Aji Duranegara Payuse mempersoalkan transportasi online yang juga melibatkan sarana aplikasi berbasis teknologi. Ia berharap pemerintah mampu mencapai titik temu dalam mengakomodir fenomena transportasi online yang berkaitan dengan berbagai hal salah satunya sisi teknologi informasi.
"Semua itu sudah terkoneksi dan tidak bisa kita hindarkan perkembangan teknologi ini. Yang kita perlukan saat ini adalah pengaturan untuk tata kelola yang dapat mempertemukan antara pihak pemberi kebijakan, pengelola dan mitra yang harus mencapai titik temu," ujarnya.
Oleh karena itu, untuk mencakup keseluruhan itu adalah pemerintah yang lebih memiliki kapasitasnya untuk mengatur. Selanjutnya ia pun berharap kajian-kajian dan penelitian yang dilakukan oleh para pakar dapat menjadi kontribusi bagi persoalan yang melingkupi transportasi online.