KPK Akan Pelajari Lagi Kasus Suap 'Kardus Durian'
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Saut Situmorang mengatakan, pihaknya segera mempelajari terlebih dahulu kasus dugaan suap pengucuran Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Kementerian Tenaga Kerja dan Trasmigrasi tahun 2011, atau yang lebih dikenal dengan kasus 'kardus durian'.
Kasus 'kardus durian' ini diketahui sempat menyeret nama-nama orang besar, salah satunya yakni mantan Menakertrans Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa dan Wakil Ketua MPR.
"Coba saya pelajari dulu ya, seperti apa kasusnya," kata Saut dikonfirmasi wartawan, Kamis 5 April 2018.
Perkara 'kardus durian' ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK pada 25 Agustus 2011. Saat itu, penyidik KPK menangkap dua anak buah Cak Imin, Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi, I Nyoman Suisnaya dan Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemenakertrans, Dadong Irbarelawan.
Selain menangkap dua anak buah Cak Imin ketika itu, KPK juga menangkap Kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua, Dharnawati yang baru saja mengantarkan uang Rp1,5 miliar ke kantor Kemenakertrans. Uang itu dibungkus menggunakan kardus durian.
Uang tersebut merupakan tanda terima kasih karena PT Alam Jaya Papua, karena diloloskan sebagai kontraktor DPPID di Kabupaten Keerom, Manokwari, dan Mimika, serta Teluk Wondama dengan nilai proyek Rp73 miliar.
Pada persidangan di 2012, Dharnawati mengatakan, uang Rp1,5 miliar dalam kardus durian itu ditujukan untuk Cak Imin. Namun, Cak Imin berkali-kali membantah, baik di dalam atau luar persidangan.
Saut menegaskan, pihaknya perlu hati-hati untuk mengusut keterlibatan pihak lainnya dalam perkara ini. Termasuk, Caki Imin yang disebut-sebut akan menerima uang Rp1,5 miliar itu.
"Karena sebut-menyebut nama yang makin fenomenal itu, harus kami sikapi dengan kehati-hatian. Namun, harus firm dan prudent tentunya," kata Saut.
Menurut Saut, yang paling penting bagi KPK adalah hukum pembuktian atas perbuatan seseorang dalam suatu tindak pidana korupsi. Sehingga, pihaknya harus membuktikan ada peristiwa pidananya dalam kasus korupsi.
"Jadi, harus bisa membuktikan bahwa ada peristiwa pidananya lebih dahulu, tidak hanya sebatas disebut kemudian reaktif," kata Saut.