Kisah Jokowi Mengira Presiden Afganistan Ingkar Janji
- VIVA/Lucky Aditya
VIVA – Presiden Joko Widodo bercerita tentang pengalamannya yang menegangkan dalam lawatannya ke Kabul, ibu kota Afganistan, pada 29 Januari 2018.
Di hadapan para mahasiswa saat berkunjung ke kampus Universitas Islam Malang pada Kamis, 29 Maret 2018, Jokowi mula-mula buka-bukaan soal latar belakang lawatan itu yang sebenarnya dilarang oleh panglima TNI dan kepala Polri.
Alasannya, tentu saja soal keamanan. Negara bekas wilayah kekaisaran Moghul itu memang sedang dilanda konflik bersenjata. Bahkan, delapan hari sebelum kunjungan itu, terjadi ledakan bom di Kabul.
"Dua hari sebelumnya ada bom, bahkan dua jam sebelum mendarat ada bom. Saya pikir saran itu masuk akal, tapi saya tetap berangkat ke Afganistan," katanya.
Jokowi dan rombongan nekat tetap berangkat ke Afganistan, namun lebih dulu meminta jaminan keamanan dari Presiden Ashraf Ghani. Tuan rumah kala itu menyanggupi, di antaranya Jokowi akan dijemput di Bandara Kabul dengan kendaraan militer panser yang tak tertembus peluru maupun roket. Asraf bahkan berjanji menjemput langsung sang tamu.
Ternyata, setiba di Bandara Kabul, tak ada panser atau pun kendaraan tempur serupa. Jokowi dan rombongan justru dijemput dengan mobil biasa. Si penjemput pun bukan Asraf melainkan sang wakil presiden. Jokowi mengaku sempat curiga dengan kenyataan itu, padahal kesepakatannya tak begitu.
"Saya tanya, ada apa? Kata Wakil Presiden, karena kalau naik panser timbul kesan di dunia kalau Afganistan tidak aman. Jangan sampai membuat kesan tidak aman meski memang tidak aman," ujar Jokowi, menceritakan ulang dialog itu.
Akhirnya, Jokowi naik mobil menuju istana presiden di Kabul. Namun, tuan rumah memang mengawal ketat perjalanan tamu negaranya dengan diiringi tank di sisi kanan dan kiri serta dua helikopter mengawasi dari angkasa.
"Dan berangkat, saya ucapkan Bismillah, sampai saya di istana (presiden Afganistan)," ujar Jokowi.
Mediator konflik
Jokowi menceritakan kisah itu sebagai pengantar bahwa Afganistan adalah negara kaya minyak dan emas lebih empat puluh tahun silam. Lalu, Afganistan menjadi negara terpuruk gara-gara konflik bersenjata dan perang saudara tak berkesudahan.
"Afganistan dua tahun lalu minta Indonesia menjadi mediator untuk mendamaikan konflik di sana. Kita sudah bertemu dengan ulama dan Taliban di istana, tidak ada yang tahu karena itu rahasia. Berkat doa para kiai semoga kita bisa mendamaikan Afganistan," katanya.
Perdamaian, menurut Jokowi, begitu penting di Indonesia. Indonesia dikenal dunia sebagai bangsa yang memiliki persatuan, keberagaman suku menjadikan Indonesia sebagai rujukan perdamaian bagi negara lain.
"Sebagai bangsa yang besar kita menjadi jujukan (rujukan) perdamaian dunia. Harus berani menghadapi tantangan dan rintangan, tidak boleh gentar dan tidak boleh pesimis," kata Jokowi.