IAIN Bukittinggi Ganti Kata Cadar dengan Penutup Wajah

Hayati Syafri, dosen pada IAIN Kota Bukittinggi di Sumatra Barat, diwisuda sebagai doktor oleh kampusnya pada Jumat, 16 Maret 2018.
Sumber :
  • VIVA/Andri Mardiansyah

VIVA – Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kota Bukittinggi di Sumatra Barat merespons protes dan somasi yang disampaikan oleh 19 pimpinan ormas Islam yang tergabung dalam aliansi umat Islam Sumbar.

Kartika Putri Gak Mau Tampil Depan Publik Lagi Usai Bercadar, Kenapa?

Surat tanggapan yang ditandatangani rektor Ridha Ahida pada 20 Maret 2018 itu diserahkan langsung oleh Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Bukittinggi kepada ketua tim delegasi aliansi umat pada 21 Maret 2018.

Buya Busra Khatib Alam, Imam Front Pembela Islam (FPI) Sumatra Barat, memberikan salinan dokumen surat itu untuk VIVA pada Jumat, 23 Maret. Terdapat lima poin tanggapan IAIN Bukittinggi. Pada poin ketiga, keempat, dan kelima, pimpinan kampus menyebut frasa "bercadar" yang sebelumnya dicantumkan dalam surat edaran dengan kata "penutup wajah".

Setelah Bercadar, Kartika Putri Tak Mau Lagi Tampil di TV

Pada poin ketiga, kampus mengingatkan bahwa surat edaran 20 Februari yang ditandatangani oleh Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan menyampaikan imbauan kepada mahasiswa agar tidak melanggar kode etik berpakaian bagi perempuan.

Dalam surat edaran disampaikan, perempuan memakai pakaian agak longgar, jilbab tidak tipis, dan tidak pendek, tidak bercadar/masker/penutup wajah, memakai sepatu dan kaus kaki. Bagi yang tidak mematuhi tidak diberikan layanan akademik.

Ustazah Halimah Alaydrus Minta Jemaah Lepas Cadar saat Hadir di Kajian karena Dua Alasan Ini

Surat edaran dikeluarkan agar mahasiswa sebagai penerima layanan akademik dan non-akademik di fakultas dapat dilayani dengan baik. Sarana di kampus adalah barang milik negara (BMN) dan manfaat dari barang itu dapat diambil sesuai ketentuan serta pihak kampus harus dapat menjaga dan mempertanggungjawaban sesuai ketentuan BMN.

Surat edaran juga bertujuan agar proses belajar mengajar bersifat interaktif, holistik, integratif dan berpusat pada mahasiswa serta evaluasi/ujian berjalan dengan baik, terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.

Di poin keempat disebutkan, surat edaran adalah aturan bagi mahasiswa dan berlaku hanya di kampus selama pelayanan akademik diberikan dan diterima oleh mahasiswa. Surat kemudian viral di media sosial dan diberikan komentar yang bernada negatif dan tendensius oleh orang-orang yang tidak mengetahui isi surat edaran dan tujuannya secara utuh.

Kata "tidak bercadar" menjadi fokus komentar publik di media sosial namun dipahami parsial. Kondisi itulah yang menjadi awal munculnya opini menuding IAIN melarang mahasiswa bercadar, Islamfobia, sekuler, menghina simbol-simbol Islam, memberangus hak asasi, dan lain-lain.

IAIN menegaskan, sudah cukup jelas bahwa surat edaran sudah disalahpahami sehingga esensinya sudah menyimpang. Tidak hanya disalahpahami, bahkan diduga sudah ditumpangi oleh kepentingan lain yang sama sekali berbeda dari isi dan tujuan surat.

Di poin kelima, IAIN menegaskan lagi kebijakannya sebagai upaya meluruskan informasi dan kesalahpahaman serta meredakan keresahan.

"Bagi perempuan memakai pakaian longgar tidak tipis dan pendek, memakai jilbab/mudawarah dalam, memakai sepatu dan kaus kaki serta tidak memakai penutup wajah pada layanan atau kegiatan akademik lokal, perpustakaan, laboratorium dan kantor administrasi."

Di akhir tanggapan, IAIN menyatakan tidak pernah mencurigai penyusupan ajaran lain di balik penggunaan penutup wajah. Semua adalah sesuatu yang jauh dari visi dan misi IAIN Bukittinggi.

Aturan-aturan yang dibuat IAIN bertujuan untuk keteraturan pelaksanaan tugas sebagai lembaga pendidikan. Dengan aturan itu proses belajar mengajar dapat berlangsung efektif, efisien, dan terukur serta dapat dipertanggungjawabkan.

Belum bersikap

Para pmpinan ormas dalam aliansi umat Islam Sumatra Barat sudah menerima surat itu tetapi mereka belum menentukan sikap menerima atau menolak.

"Dari kesimpulan itu, kita belum bisa menjawab atau menerima atau tidak surat tanggapan dari pihak kampus tersbut," kata Buya Busra.

Pimpinan aliansi berencana menemui lagi petinggi IAIN untuk berdialog pada Minggu, 25 Maret. Dialog itu juga akan dihadiri oleh seluruh aliansi masyarakat yang bergabung dalam menolak kebijakan IAIN Bukittinggi yang membatasi penggunaan cadar di lingkungan akademik. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya