Bela Dosen Bercadar, Ketua MUI Mundur dari IAIN
- Repro Facebook
VIVA – Pelarangan memakai cadar yang diberlakukan Institut Agama Islam Negeri Bukittinggi, Sumatera Barat terhadap seorang dosen bernama Hayati Syafri, berbuntut masalah.
Ketua Majelis Ulama Indonesia, Gusrizal Gazahar, memutuskan untuk mundur dari jabatannya sebagai dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Institut Agama Islam Negeri Bukittinggi.
Gusrizal memutuskan mundur dari IAIN terkait kebijakan larangan memakai cadar yang diberlakukan IAIN Bukittinggi terhadap seorang dosen bernama Hayati Syafri
Menurut Gusrizal, keputusan mundur dari jabatan dosen ushul fiqih di Fakultas Ekonomi dan Bisnis IAIN Bukittinggi, sudah dituangkan dalam surat pengunduran dirinya. Surat itu sudah diserahkan ke pihak IAIN, sejak Senin, 19 Maret 2018.
Pria yang akrab dipanggil Buya Gusrizal, yang baru empat semester menjadi dosen di kampus itu, memilih mundur sebagai dosen, lantaran berbeda prinsip dengan unsur pimpinan IAIN Bukittinggi terkait pemakaian cadar.
Hayati Syafri, dosen IAIN Kota Bukittinggi, diwisuda sebagai doktor.
"Sebagai seorang dosen dan Ketua MUI saya sudah memberikan pandangan terhadap cadar. Namun, sama sekali tidak dihiraukan. Sebagai Ketua MUI saya tidak nyaman. Saya tidak setuju ketika ada yang mengkaitkan cadar dengan paham radikalisme. Ini nuansa yang tidak baik, seharusnya sebagai intelektual Muslim mereka ikut meluruskan tuduhan seperti itu, bukan malah ikut-ikutan," kata Gusrizal, Selasa, 20 Maret 2018.
Dari segi aspek aturan yang ada di IAIN Bukittinggi, kata Gusrizal, dirinya sama sekali tidak melihat adanya pelanggaran kode etik terhadap pemakaian cadar. Karena jelas yang disebutkan dalam aturan itu adalah berpenampilan formal dan rapi sesuai ketentuan syariat Islam.
"Merujuk kepada aturan yang ada, sama sekali Ibu Hayati tidak melanggar aturan kode etik yang ada. Menurut saya, pihak kampus menafsirkan sendiri aturan itu. Itu jangan ditafsir begitu," ujarnya.
Gusrizal mengatakan, Islam sama sekali tidak melarang muslimah memakai cadar. "Istri Rasullullah pun juga memakai cadar. Nah, jika Nabi Muhammad saja tidak melarang istrinya memakai cadar, kenapa kemudian kita melarang itu. Sebagai umat, seharusnya kita juga mengikuti jejak Rasullullah,” jelasnya.
Gusrizal berharap, pihak kampus dapat lebih arif lagi dan mau mencabut larangan soal cadar, serta mengaktifkan kembali status Hayati sebagai dosen di IAIN Bukittinggi.
Diketahui, Hayati terpaksa harus non aktif dari semua kegiatan akademiknya. Semua akses yang terkait dengan fungsional akademiknya ditutup pihak kampus lantaran ia tetap bersikukuh mengenakan cadar di lingkungan kampus.
Hayati melawan arus karena menurut keyakinannya bahwa cadar merupakan salah satu sunah dalam agama Islam dan tidak sepantasnya kampus Islam membuat aturan yang bertentangan dengan aturan Islam.
Setelah melakukan istikharah, Hayati tetap menggunakan cadar, meskipun diintimidasi bahkan diberi sanksi sekalipun. Baginya, mengenakan cadar merupakan prinsip dan pilihan hidup saat ini. (ase)